Chapter 5
Aku masih belum memberitahukan tentang Shiori pada Yamashita, entah kenapa. Bahkan setelah seminggu dari kejadian itu di apartement Yamashita, yang akhirnya membuatku semakin ragu tentang hubungan ku dengan Shiori, aku semakin berpikir lebih baik Yamashita memang tidak tahu. Itu memang hanya keinginanku, dan keinginan kadang selalu tak sesuai kenyataan.
Aku sangat sangat terkejut melihat Yamashita berdiri di depan pintu apartement ku sore itu.
“Ou Toma!” dia menyapaku dengan tenangnya. Hari itu dia memakai pakaian yang kasual, dengan kacamata hitam yang dia pakai untuk menyamarkan dirinya.
“Ya-Yamashita??” aku masih tak percaya benar-benar melihatnya disini.
“Kaget? Aku tahu apartementmu dari temanmu di kantor”
Pasti Akiyama! Orang itu… aku menggerutu dalam hati. “Aku masuk” katanya lagi tanpa menungguku yang menyuruhnya masuk. Aku yang masih terkejut tak sempat menahannya. Dan lagipula aku memang sudah tak ada kesempatan untuk menahan apalagi membuat alasan-alasan yang pasti tak akan dipercaya siapapun.
“Eh? Yamashita Tomohisa! kau model parfum itu!” seperti yang aku duga, Shiori ada disana dan membuat Yamashita sedikit terpaku. Mungkin dia tak menyangka akan melihat seseorang disini apalagi seorang perempuan.
“Hai” jawab Yamashita sambil tersenyum dan membungkukkan badannya.
“Teman Toma?”
“Yea, dia klien yang sudah aku ceritakan padamu. Dan dia juga kouhai ku saat di sekolah dulu” aku menyela mereka. Benar-benar aku pasrah, tak bisa mengelak lagi.
“Sou ka” Shiori tersenyum takjub. “Doumo.. Koizumi Shiori desu” dia malah mengenalkan dirinya, dan ini bagian yang paling tak aku suka.
“Ah kau…”
“Toma sudah menceritakannya? Aku harap kami bisa menikah dalam waktu dekat” Shiori menambahkan sebelum Yamashita menyelesaikan kalimatnya. Dia tersenyum malu-malu, dan itu hanya membuatku ingin menghilang dari sana.
“Menikah?” ulang Yamashita sedikit pelan, tak yakin dengan yang di dengarnya. Dia pasti masih ingat kalau dulu dia mengira Shiori adalah sepupuku. “Oh iya… kalian akan segera menikah!” katanya tiba-tiba yang terus terang membuatku terkejut lagi. “Na, Toma-senpai…aku sudah menduga kalau calon istrimu memang secantik ini” dia menepuk-nepuk bahuku sambil tertawa aneh. Aku tahu dia sedang berakting. Sebenarnya dia pasti kaget sekali. Aku hanya mengangguk, tak mau memperpanjangnya.
“Aku akan membuatkan teh, duduklah Yamashita-kun” kata Shiori yang tadi ikut tertawa dengan Yamashita.
“Gome. Aku sudah harus pergi” Yamashita menolak dengan halus, lagi, seperti yang aku duga dia pasti tak mau berlama-lama disini. Padahal mungkin sebelumnya dia ingin menghabiskan waktu bersamaku.
“Eh? Kenapa buru-buru? Kau bahkan belum duduk” Shiori agak kaget dengan penolakan Yamashita.
“Aku ada jadwal” kata Yamashita, yang aku tahu itu bohong. Dia tak akan ada jadwal di hari Sabtu sore. Aku ingat dia pernah bilang, dia meminta manajernya untuk memberikan waktu kosong di hari Sabtu sore.
“Ah sayang sekali” kata Shiori lagi.
“Uhm gomen ne…” Yamashita tersenyum lalu membungkukkan badannya.
“Lain kali datang lah lagi dan mengobrol dengan kami lebih lama” tawar Shiori. Aku tak tahu kenapa, tapi gayanya yang mencoba akrab dengan Yamashita rasanya mengangguku. Aku tak suka melihatnya. Apa aku cemburu? Siapa yang aku cemburui??
Yamashita berpamitan sekali lagi pada kami sebelum akhirnya pergi dari sana dengan hanya seulas senyuman kecil untukku. Aku merasa tidak enak. Dengan agak beralasan pada Shiori, aku menyusul Yamashita keluar. Dia sudah akan menutup pintu lift, ketika aku datang dan berhasil ikut masuk.
“Aku sepertinya harus menjelaskan sesuatu…”
“Oh ya?” Yamashita menanggapi seolah dia tak tertarik. Dia sama sekali tak melihat padaku.
“Shiori itu… dia tunanganku, dan aku sudah tinggal dengannya beberapa bulan ini”
“Sou ka” Yamashita berkomentar pendek.
“Aku tahu, aku salah karena sudah berbohong. Aku hanya belum siap menceritakannya padamu”
“That’s okay” kata Yamashita lagi-lagi pendek. Dia memakai kacamatanya sebelum pintu lift terbuka lalu keluar menuju mobilnya yang terparkir disana. Aku mengikutinya. Aku benar-benar tidak puas dengan sikapnya yang seperti ini. Setidaknya dia marah karena sudah aku bohongi, ataupun kalau tidak, seharusnya dia tertawa dan mengatakan ‘daijobu’ dengan tulus. Huh? apa aku berharap terlalu banyak?
“Na, Yamashita…”
Dia seolah tak mendengarkanku. Dengan segera dia masuk ke dalam mobilnya dan menjalankannya, meninggalkanku begitu saja. Aku menghela napasku, dia marah kan?
***
Setelah Yamashita tahu Shiori adalah calon istriku dan aku memang membohonginya selama ini, dia tak pernah menghubungiku lagi. Sikapnya yang dingin hari itu ketika dia meninggalkan apartementku berlanjut seperti ini. Dia mengabaikanku. Aku hanya bertemu dengan manajernya setiap kali konsultasi. Aku menanyakan Yamashita, dan manajernya selalu menjawab kalau akhir-akhir ini Yamashita sangat sibuk. Aku tahu itu hanya alasan biasa agar dia tak bertemu denganku.
Satu hal yang aku tak mengerti, kenapa aku harus merasa sangat kehilangan dan menyesali sekali karena Yamashita mengetahui ini. Padahal aku nyaris mengkhianati Shiori kemarin dulu. Dan sekarang aku tak merasa aku menyesalinya. Aku malah memikirkan Yamashita… apa yang aku takutkan itu akhirnya memang akan terjadi? Aku berpaling dari Shiori karena Yamashita??? Benarkah aku seperti itu??? aku masih mencari-cari jawabannya hingga tanpa sadar aku sudah tiba di apartement Yamashita malam itu. Aku lembur hari ini dan keluar dari kantorku pukul sebelas malam. Entah apa yang merasuki ku, tapi aku ingin bertemu dengan Yamashita. Aku harap juga dapat menemukan jawaban untuk keragu-raguanku disini
“Toma?” Yamashita tampak terkejut melihatku, seperti saat aku melihatnya di depan pintu apartementku. Tapi mungkin sedikit berbeda karena dia tak menyembunyikan apapun.
“Ou. Apa aku mengganggu? Kau sudah tidur?”
Yamashita menggelengkan kepalanya, dan tanpa berkata-kata, dia membuka pintu apartementnya lebih lebar, membiarkanku masuk.
“Kau benar-benar akan terus mengacuhkanku?” aku langsung memberondongnya dengan bahasan yang sejak awal sudah sangat ingin aku bahas.
“Aku kecewa padamu. Apa itu salah?” dia balik bertanya. Aku senang, setidaknya dia mau bicara dan tidak membuatku tampak bodoh lagi.
“Yeah, aku tahu. Karena itu aku minta maaf… dan kau jangan mengacuhkanku seperti ini”
Yamashita mengangkat bahunya, tak berkomentar. Aku menghela napasku, tak tahu harus berkata apa lagi.
“Aku sudah sering kecewa” kata Yamashita akhirnya. Aku melihat padanya, apa maksud perkataannya?? “Perempuan-perempuan itu, sama sekali tak pernah bisa membuatku nyaman”
Dia pasti membicarakan perempuan yang pernah menjadi kekasihnya.
“Mereka hanya memanfaatkanku karena aku terkenal”
“Mungkin juga tidak” sahutku berusaha memberikan pandangan yang positif. Aku melihat tatapan matanya terlihat kesepian. Aku tak tahu kalau dia merasa seperti itu selama ini. “Sudahlah Yamashita…kalau kau tak suka membicarakannya, jangan kau bicarakan”
“Aku pernah bilang kalau aku mungkin menyukaimu kan?” dia berkata lagi. Aku tak percaya ternyata dia mengingatnya.
“Bagaimana denganmu?? Kau belum menjawabku sejak itu” dia melihat padaku. Aku menarik napasku dalam-dalam, aku berdebar-debar lagi. Setelah mengamati tingkahku selama ini, keragu-raguan yang menghampiriku akhir-akhir ini. Rasaku yang mulai tak begitu excited pada Shiori. Aku tahu itu bukan kebetulan pada saat Yamashita datang ke hidupku lagi. Mungkin pikiranku, hatiku, jiwaku, perasaanku… semuanya telah mengarah pada Yamashita. Mungkin???
“Aku juga… mungkin…” jawaban yang setengah mengambang itu, keluar dari mulutku. Aku melihat Yamashita tersenyum. Tampaknya dia sudah tak marah lagi. Dia tiba-tiba berjalan ke arah balkon di dekat ruang tengah apartementnya yang mewah ini. Aku mengikutinya, seperti biasa karena tidak puas dengan reaksinya. Dia sudah berhasil membuatku mengatakannya, seharusnya dia tak hanya pergi begitu saja.
Apartement nya ini memang luar biasa. Aku melihat pemandangan yang indah dari balkonnya ini. Memang bukan laut yang menjadi favoritnya, tapi lampu-lampu kota yang tampak berkelipan di kejauhan. Malam ini pun langit cerah, dengan bulan dan bintang-bintang di sana. Aku jadi teringat saat dia berulang tahun dulu, sebelum kami mengendap-endap ke laut, aku dan dia di balkon kamar di rumahnya. Dia memang menyukai hal seperti ini.
“Ini” Yamashita menawariku sebungkus rokok, aku pikir merokok sambil menikmati keindahan di depan sana sama sekali bukan ide yang buruk. Aku mengambil rokok itu sebatang dan tak berapa lama kemudian, kami sudah merokok berdua, tapi belum ada yang bersuara. Kami terhanyut dalam suasana yang terlalu nyaman ini.
“Jadi… kau memaafkanku?” entah dari mana aku tiba-tiba ingin menanyakan pertanyaan itu. Yamashita melihat padaku, dan tersenyum lagi. Artinya mungkin iya… aku tak bisa menahan diriku lagi. Perlahan aku menjauhkan rokok di tanganku, lalu mendekatinya, menjauhkan dia juga dari rokoknya tepat sebelum dia bermaksud menghisapnya. Aku mengganti rokok itu dengan bibirku yang segera menyentuh bibirnya. Sebuah kecupan. Kami saling melempar senyum sekali lagi, dan kembali menikmati suasana itu. Kecupan tadi sangat mewakili perasaanku saat ini. Aku yang sudah yakin dengan jawaban yang kutemukan, aku tahu apa yang sekarang aku putuskan di hatiku.
Rasa tembakau menjalari mulutku ketika sekali lagi kami berciuman. Suasana malam seperti ini memang terlalu beresiko. Tubuh kami bergerak dengan keinginan, tidak dengan akal sehat. Sesaat kami saling melepaskan, sampai tiba-tiba aku merasakan tanganku yang menyentuh dadanya yang tertutup kemeja putihnya. Dia melihatku, kami saling menatap beberapa detik, sebelum dia memegang tanganku dan membuatnya masuk ke balik kemejanya. Untuk merasakan langsung dada itu di jariku. Aku menghindarinya waktu itu, tapi sekarang aku tak bergerak sedikitpun. Kami masih saling menatap. Ada hal yang tersirat pada tatapan kami. Bahwa kami saling mengerti, ini baru awalnya, akan ada yang lebih dari ini. Kami menyetujui itu dengan senyuman yang saling terlempar. Aku menyerah. Aku akan benar-benar mengkhianati Shiori sekarang. Mulai saat ini…
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar