Rabu, 21 Agustus 2013

YUNJAE FANFIC / HURRY UP - Part 5

Judul: Hurry Up
Author: Rieyo
Genre: Drama, Romance
Rating: PG - NC

- - - - -
(Part 5 – Don’t Love Me? Run!)

Junsu baru kembali dari mini market dan harus tertegun sesaat begitu ia keluar dari lift yang membawanya ke lantai dimana apartemennya berada. Tepat di depan pintu masuk ia melihat Jaejoong sedang berciuman dengan seorang perempuan yang sepertinya tidak begitu asing. Beberapa detik Junsu terpana disana, pasangan yang sedang sibuk itu akhirnya tersadar.

“Oh Junsu-san!” sapa perempuan yang ternyata adalah Aito, salah satu klien ‘kesayangan’ Jaejoong. Junsu pun jadi tak heran karena hubungan Jaejoong dengan Aito-san memang sudah sedekat itu sebagai klien dan host, meski setaunya mereka hanya baru satu kali tidur bersama. Jaejoong pernah bilang kalau Aito sudah seperti kakaknya, sahabatnya sekaligus ‘kekasihnya’. Well, Jaejoong memang punya hubungan yang unik dengan setiap klien-nya. Host tampan itu bisa tetap bersama mereka dan menjadi favorit mereka walau ia tidak harus selalu menuruti keinginan mereka. Itulah yang membuat Junsu kagum dan ingin menjadi host yang seperti Jaejoong. Tetap memiliki harga diri tanpa harus berpura-pura menikmati pekerjaan mereka. Hingga selama 5 tahun ini mereka menjadi host, semuanya memang terasa baik-baik saja bahkan terkesan menyenangkan.

Hanya saja akhir-akhir ini Junsu merasa Jaejoong agak berbeda, sejak kedatangan Jung Yunho dan sejak hubungan mereka tampaknya tidak semulus yang Jaejoong kira. Jaejoong jadi semakin sering menghabiskan waktu di club, bahkan menemani klien walaupun itu bukan hari kerjanya. Entahlah, Junsu merasa kalau hyung-nya ini seperti sedang mencari kesibukan untuk melupakan apapun yang mengganggu pikirannya meski kemudian malah terlihat seperti menyusahkan dirinya sendiri.

“Yo” sapa Junsu agak datar. “Kenapa kalian tidak masuk?” tanyanya pula sambil berjalan mendekati pintu. Jaejoong dan Aito otomatis bergeser.

“Aku hanya mengantarkan Jejung-kun” jawab Aito.

Junsu agak mengernyitkan keningnya. Ini sungguh tidak biasa. Jaejoong tak pernah diantar siapapun ke apartemen mereka sebelumnya.

“Tapi aku masih ingin bersama Ai-chan” sahut Jaejoong dengan suara manja yang Junsu tahu kalau itu adalah pertanda bahwa ia sedang mabuk. Pria itu membenamkan wajahnya di sisi wajah Aito dan mengecupi pipi wanita itu mesra. Aito tersenyum geli sambil memberikan lirikan penuh arti pada Junsu, seperti meminta tolong – mungkin ia sudah lelah harus menghadapi Jaejoong yang terlalu manja seperti ini. Seorang klien bisa juga merasa terganggu oleh host yang ia bayar sendiri.

“Jaejoong-hyung, kau mabuk...” kata Junsu akhirnya sambil berusaha melepaskan dekapan Jaejoong di tubuh Aito. “Ayo sebaiknya kau tidur”

Jaejoong sempat memberontak sesaat tapi kemudian melepaskan dekapannya karena Aito segera menjauh begitu dirasanya dekapan Jaejoong mulai melonggar. Wanita itu menghembuskan nafas lega. Sepertinya ini pertama kalinya ia merasa cukup risih oleh perlakuan host langganannya. Biasanya Aito akan selalu suka setiap kali Jaejoong memperlakukannya dengan lembut dan manja.

“Ok, aku pulang dulu. Jya ne. Arigato, Jejung-kun”

“Ai-chan? Eh? Jyaaaa” Jaejoong yang tampak tidak rela Aito pergi tapi kemudian melambaikan tangannya begitu dilihatnya Aito menuju lift.

Junsu mendecakkan lidahnya sambil menyeret Jaejoong masuk ke dalam apartemen mereka.

“Hyung, apa kau harus mabuk setiap malam?!” protes Junsu pula setelah menghempaskan tubuh sahabatnya itu diatas sofa.

Jaejoong menggerutu pelan tapi ia juga tersenyum lagi sambil memejamkan matanya, bersandar dengan nyaman diatas bantal sofa.

“Aku seorang host, Junsu ya. Aku harus mabuk dan bersenang-senang dengan klien ku setiap malam... aku hanya harus bersenang-senang dan menemani mereka, aku tak boleh menggunakan perasaanku... tak boleh jatuh cinta, tak boleh menginginkan sesuatu yang tak mungkin, tak boleh memikirkan mimpi dan keinginanku...”

Junsu yang sedang mengeluarkan barang-barang yang ia beli dari mini-market tadi, terdiam sesaat mendengarkan celotehan Jaejoong. Diamatinya sahabatnya itu, masih tersenyum sambil memejamkan matanya. Junsu kemudian mendesah pelan dan melanjutkan kegiatannya. Seperti yang sudah ia duga, jatuh cinta telah membuat hidup Jaejoong berubah.

“Sejak kapan kau jadi mudah menyerah, hyung? Hanya karena dia menolakmu, kau jadi mengganggap hidupmu berantakan? kau tidak biasanya menghabiskan waktumu sebanyak itu dengan klien-klienmu, kau juga tak pernah diantar mereka pulang, belum lagi kau hampir tidur dengan Tomohisa-kun... kau bukan dirimu lagi, hyung” Junsu membeberkan semua keanehan yang ia lihat dari Jaejoong belakangan ini.

Jaejoong membuka matanya dan memudarkan senyuman di bibirnya. Ia memang mabuk, tapi ia selalu bisa mengendalikan pikirannya. Dan perkataan Junsu tepat sekali mengenai perasaannya. Jaejoong tak akan menyangkalnya karena semua itu memang benar. Pria tampan itu jadi memandang kosong ke arah tembok di hadapannya, berpikir.

Junsu tersenyum tipis. Ia mengambil rokok mild-nya, menyelipkannya satu batang diantara bibirnya dan menyalakannya sambil berjalan mendekati Jaejoong, untuk duduk di samping sahabatnya itu.

“Lalu apa yang harus aku lakukan?” tanya Jaejoong tiba-tiba, sedatar tatapan kosongnya.

Junsu menghembuskan asap dari hisapan pertamanya.
“Kejar dia sampai dia bertekuk lutut padamu. Itu yang kau inginkan, bukan?”

Jaejoong kembali terdiam, meresapi perkataan Junsu yang lagi-lagi sesuai dengan pikirannya. Sahabatnya ini memang sangat mengenal dirinya.

“Kau benar...” gumam Jaejoong kemudian sambil memejamkan lagi matanya. Kali ini pikiran yang menyesakkan benaknya perlahan mulai menghilang. Sebuah harapan dan semangat kembali memenuhi pikirannya. Senyuman pun terulas di bibir tipisnya. Ia harus membuat Jung Yunho bertekuk lutut di hadapannya, membuat pria itu tak bisa menghindarinya lagi.

Karena Jaejoong tetap yakin kalau ikatan takdir memang ada diantara mereka.
- - - - -

“Changmin-ah, aku sudah bilang kau harus pakai syal mu! Udaranya sangat dingin sekarang, kau bisa sakit” Yunho terus mengomeli adiknya begitu mereka turun dari penthouse mereka.

Seperti biasa Changmin tampak tak begitu ambil pusing. Ia terus berjalan lebih dulu untuk menuju ke basement. Ia harus pergi ke suatu tempat dan seperti biasa juga, Yunho harus selalu mengantarnya.

“Changmin-ah, ayo pakai syal ku...” Yunho sudah melepas syal nya dan bermaksud memberikannya pada Changmin ketika dilihatnya adiknya itu berhenti, begitu ia sudah akan berbelok ke basement. Changmin rupanya menyapa seseorang dan sayangnya orang itu bukan seseorang yang ingin Yunho temui belakangan ini.

“Sedang apa kau disini, Jaejoong ssi? Mana Junsu?” tanya Changmin tanpa perlu banyak berbasa-basi.

Jaejoong yang tadi baru akan masuk ke gedung apartemen itu, tak menyangka malah bertemu dengan kakak-beradik ini disini. Ia memang bermaksud menemui Yunho. Sudah hampir 2 minggu ini ia berusaha untuk melupakan pria itu dan ingin menyerah, tapi ternyata hidupnya malah seolah makin memburuk. Jaejoong sudah jelas tak bisa kembali pada keadaan dimana ia sebelum mengenal Yunho. Ia sudah terlanjur terjebak disini, dan ia tak mau membuat ini hanya akan menyakitinya. Ia sudah tak peduli kalau dirinya terburu-buru. Yunho harus mau melihat padanya atau ia tak akan pernah bisa mendapatkan pria ini selamanya.

“Junsu? Sepertinya dia sedang ada pekerjaan”

“Oh. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Kakakku tidak mau menghubungi dia untukku”

Jaejoong mengernyitkan keningnya dan melirik Yunho yang berusaha tetap dingin disana padahal sudah jelas kebohongannya di pertemuan terakhir mereka sudah terbongkar. Jadi selama ini Yunho tak pernah menghubungi Junsu sama sekali padahal ia bilang sudah mendapatkan kontak Junsu. Sepertinya semakin jelas kalau Yunho memang tak mau berurusan lagi dengan apapun yang berhubungan dengan dirinya. Entah menghindari karena benci atau karena ingin menutupi sesuatu.

Jaejoong harus percaya diri kalau pria kaku ini memang hanya ingin menutupi perasaannya. Bagaimanapun Yunho pernah menggenggam tangannya dengan hangat dan itu jelas bukan karena tidak di sengaja.

“Kau pasti merindukannya, hm?” kata Jaejoong menggoda Changmin.

Changmin tersenyum kecut.
“Aku tidak mungkin rindu padanya. Aku hanya ingin dia membereskan kamarku, membuatkanku makanan dan mengantarku berjalan-jalan” sahut pemuda itu, jelas-jelas menyangkal.

Jaejoong tertawa pelan. Kakak beradik ini sepertinya sama saja, selalu berusaha menutupi sesuatu. Tapi rasanya Changmin masih lebih lumayan dibanding kakaknya yang sangat kaku dan cukup menyebalkan hingga harus menguji kesabaran Jaejoong lebih jauh.

“Aku akan menyampaikan itu pada Junsu nanti”

Changmin hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli walaupun ada semburat kemerahan di kedua pipinya yang tak bisa ia sembunyikan. Sekali lagi Jaejoong tersenyum tipis.

“Dan ngomong-ngomong, kalian mau pergi?” tanya Jaejoong pula.

“Yeah, aku ada wawancara pekerjaan disebuah studio foto” jawab Changmin yang otomatis membuat Jaejoong cukup terkejut. “Aku sangat suka memotret, jadi aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini” tambahnya yang menyadari keterkejutan Jaejoong. Tentu saja, siapapun yang tahu siapa dirinya, akan terheran-heran. Kenapa adik dari seorang pemilik perusahaan besar di Korea seperti dirinya harus bekerja di tempat lain?!

“Aku sudah melarangnya, tapi dia terus memaksa” jelas Yunho akhirnya setelah sejak tadi ia hanya terdiam. Sepertinya ia tak mau dikira sudah membiarkan adiknya. Memang hanya yang berhubungan dengan Changmin yang bisa membuat Yunho mau terlibat, padahal sejak tadi tampaknya ia tak begitu tertarik untuk ikut berbicara dengan Jaejoong.

“Kau memang selalu melarang apapun yang ingin aku lakukan sendiri” cetus Changmin.

“Kalau kau sudah tahu itu, kenapa kau harus melakukannya?”

“Karena aku sudah bukan anak kecil lagi dan aku tak mau terus seperti ini... ah sudahlah” Changmin menghentikan sendiri protesannya yang ia anggap sudah sangat klasik dan tak pernah digubris oleh Yunho. “Jaejoong ssi, tolong kau beritahu Junsu juga kalau nanti aku akan bekerja di studio foto” kata Changmin, jadi bicara pada Jaejoong. Tanpa menunggu reaksi dari pria itu, ia langsung berlalu lebih dulu menuju basement.

Yunho pun segera bermaksud menyusulnya, tapi pegangan tangan Jaejoong menghentikannya.

“Aku perlu bicara denganmu” kata Jaejoong sebelum Yunho sempat bertanya.

“Maaf, tapi aku buru-buru Jaejoong-san” sahut Yunho berusaha tenang dan datar meski sebenarnya debaran di dadanya semakin tak karuan. Inilah hasil dari ungkapan kegelisahannya pada Yoochun waktu itu. Seperti yang sahabatnya bilang, semakin ia mencoba berlari – ia malah semakin tak menentu. Satu-satunya cara, ia tentu tak boleh bertemu lagi dengan Jaejoong. Tapi menghindari seseorang tanpa alasan yang jelas memang bukan perkara mudah.

“Tidak, sebentar saja. Changmin pasti akan menunggumu”

“Baiklah, ada apa?” Yunho melepaskan pegangan tangan Jaejoong perlahan. Ia tak mau Jaejoong merasakan debaran yang tak biasa di nadinya.

Jaejoong menelan ludahnya diam-diam. Ia menatap lekat pada pria tampan di hadapannya ini. Pria yang ia yakin kerap mendatangi mimpinya dan membuatnya jatuh cinta bahkan jauh sebelum mereka bertemu.

“Kau tidak menyukaiku?” tanya Jaejoong tanpa basa-basi.

Yunho agak terhenyak, tak menduga akan diberi pertanyaan se-frontal itu.
“Ap- apa maksudmu?”

“Kau membenciku?”

“Tidak, aku—“

“Kau yakin tidak menyukaiku?” Jaejoong memotong, tak mau mendengarkan alasan.

Yunho pun terdiam, tak mau menjawab. Jaejoong menghela nafasnya.

“Ok, kalau kau tidak menyukaiku, larilah sejauh mungkin dariku” lanjut Jaejoong.

Yunho agak melebarkan mata seksinya.

“Tapi aku tak akan menjauh darimu sedikitpun” tambah Jaejoong pula, membuat Yunho semakin terpana. Ia bisa merasakan ada perasaan lega yang aneh di dadanya setelah sesaat tadi ia hampir tak mau terima karena mengira Jaejoong sudah melepasnya.

Yunho terdiam, tak bisa berkata-kata.

Jaejoong tersenyum puas. Akhirnya ia bisa mengungkapkan semua yang coba ia kubur selama ini. Ia sudah memutuskan untuk tidak menyerah. Ia akan terus mengejar Yunho walau mungkin pria itu akan terus berlari menjauhinya. Apapun pasti akan memiliki ujung. Dan semua ini harus berakhir dengan Yunho yang bertekuk lutut di hadapannya suatu hari nanti.

“Aku sudah selesai, kau bisa pergi sekarang” kata Jaejoong berusaha santai.

Yunho mengerjapkan matanya.
“Apa kau akan menemui klien disini?” tanyanya, menanyakan juga hal yang membuatnya penasaran sejak beberapa saat tadi.

“Hm? Tid—yeah, aku mau menemui klien” jawab Jaejoong agak terbata karena baru saja ia akan berkata jujur tapi kenapa tidak ia sedikit berbohong. Dan rupanya jawabannya berhasil membuat Yunho terlihat seperti terganggu.

“Oh” gumam Yunho. “Ok, selamat bersenang-senang” katanya pula sebelum kemudian berbalik dan melanjutkan menuju basement.

“Yunho!” panggil Jaejoong sebelum pria itu benar-benar menjauh. Yunho berhenti dan berbalik lagi sebentar. Di lihatnya Jaejoong sedang tersenyum disana. “Kalau kau tidak suka aku menemui klien, aku bisa berhenti. Aku sudah pernah bilang kalau aku bisa meninggalkan semua klienku agar aku bisa punya banyak waktu bersamamu...”

Rasa hangat memenuhi seluruh wajah dan dada Yunho. Ia beruntung karena jarak mereka cukup jauh hingga Jaejoong tak akan bisa mendeteksi wajah memerahnya. Tanpa menyahut, Yunho kembali berlalu meninggalkan Jaejoong yang semakin melebarkan senyumannya.

‘I got you, Jung Yunho. definitely’
- - - - -

“Jadi, sekarang Changmin bekerja di sebuah studio foto?” tanya Yoochun setelah ia menyimpan kembali cangkir espresso-nya. Ia dan Yunho sedang menikmati malam di sebuah cafe di kawasan Ropongi. Terakhir mereka bertemu adalah sekitar 2 minggu lalu ketika Yunho mendadak muncul di apartemennya tengah malam, meminta mie instan dan secangkir teh. Waktu itu Yoochun tahu kalau Yunho menyimpan sebuah kegelisahan dan akhirnya Yunho memang tak bisa menutupi apapun darinya. Sahabatnya itu sedang jatuh cinta dan itu adalah sebuah masalah besar baginya. Setelah itu, Yunho tiba-tiba jadi sulit sekali ia temui karena sibuk menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. Tipikal Yunho saat ingin menutupi dan melupakan sesuatu. Yoochun hanya bisa membiarkannya, ingin tahu sampai sejauh mana sahabatnya itu akan bertahan. Dan ternyata lihat saja, tidak lama.

“Yeah, aku sudah melarangnya tapi dia terus bersikeras bahkan mengancam akan pergi dari apartemen kalau aku tak juga mengijinkan” jelas Yunho sambil mendesah pelan.

Yoochun tertawa.
“Oh sekarang dia punya trik yang lebih luar biasa, yang tak akan bisa kau lawan”
Yunho mendecakkan saja lidahnya.

“Dia pasti bosan terus-terusan berada di apartemen dan hanya bermalas-malasan karena kau pasti melarang dia melakukan apapun...” lanjut Yoochun.

“Aku hanya tak mau dia terluka—“

“Dia sudah 23 tahun, Yunho hyung. Oh sudahlah, aku sudah terlalu sering mengingatkan ini padamu, dan kau tak pernah peduli” potong Yoochun sambil mengangkat kedua bahunya, menyerah.

“Yeah kau lebih baik tak mengulang-ngulangnya terus” ujar Yunho benar tak peduli.

Yoochun agak memutarkan bola matanya dan kembali meminum espresso nya. Sahabatnya ini memang keras kepala, percuma saja ia banyak mengingatkan. Bahkan Changmin sudah tak peduli lagi setiap kali Yunho bertingkah berlebihan padanya.

“Dan ngomong-ngomong, kau tahu dari mana?” tanya Yunho lagi. “Changmin sudah bercerita padamu lebih dulu?”

“Tidak. Aku tahu dari Junsu”

Yunho menganggukkan kepalanya pelan, teringat pada pertemuannya dengan Jaejoong beberapa hari yang lalu. Sepertinya Jaejoong memang menyampaikan pesan Changmin untuk Junsu.

“Lalu, apa kau masih mencari perempuan seksi?” tanya Yoochun lagi dengan senyuman aneh di bibirnya.

Yunho tak langsung menjawab, sahabatnya itu malah menghabiskan espresso nya dengan sekali teguk dan memandang nanar keluar dari jendela cafe. Yoochun pun memudarkan senyumannya, ia bisa membaca kekalutan yang dirasakan Yunho seperti 2 minggu lalu – saat mendadak sahabatnya itu muncul di depan pintu apartemennya tengah malam. Yoochun menduga selama 2 minggu ini Yunho pasti belum bisa kembali pada dirinya yang normal. Dan ucapan frontalnya tentang apa yang dirasakan Yunho, mungkin juga sudah memberikan efek yang luar biasa bagi sahabatnya itu.

“Aku... sepertinya...” Yunho mencoba untuk bicara. Sebenarnya ia berada disana pun ingin mengeluarkan kegelisahan di hati dan pikirannya yang tidak kunjung menghilang sejak beberapa minggu lalu, apalagi beberapa hari lalu ia bertemu lagi dengan orang yang sedang ingin ia hindari itu. Perlahan tapi pasti, Yunho memang mulai menerima apa yang pernah disebutkan oleh Yoochun. Meskipun, rasanya sulit untuk mengakui secara terang-terangan. Yunho sungguh tak menyangka kalau akhirnya ia benar-benar akan memiliki perasaan seperti ini terlebih pada seorang host... ia tak pernah membayangkan itu sedikitpun.

“Siapa dia, hyung?” Yoochun memotong untuk memudahkan Yunho. Ia tahu kalau sahabatnya itu pasti agak kesulitan untuk mengakui bahwa dirinya memang sedang jatuh cinta pada seseorang. Yoochun pun merasa tak perlu mendengarkan pengakuan Yunho, ia sudah memahaminya bahkan sebelum Yunho ingin memahami dirinya sendiri.

“Eh? Uhm, dia—“

Yunho sebenarnya tak yakin untuk menyebutkan nama Jaejoong, bukan karena pria itu adalah seorang host, tapi di hatinya yang terdalam, ia masih tak bisa sepenuhnya mengakui kalau memang ia memiliki perasaan pada Jaejoong. Semua ini sungguh terasa rumit untuknya.

Tatapan Yunho keluar jendela terhenti pada sosok dua orang pria yang masuk ke dalam cafe. Matanya jadi mengikuti dua orang yang terlihat akrab itu. Jantungnya berdegup kencang dan semakin aneh. Entah apa yang sedang direncanakan takdir untuknya, tapi kenapa setiap kali ia sedang memikirkan orang itu – maka dengan tidak terduganya, orang itu akan muncul di depan matanya.

“Hyung?” Yoochun memandang Yunho yang tampak sudah tidak fokus dengan obrolan mereka. Perlahan, ia mengikuti tatapan mata Yunho dan menemukan dua orang pria yang sedang duduk di salah satu meja lainnya di cafe itu. “Dia...”

“Kita pergi, Yoochun-ah” kata Yunho tiba-tiba sambil beranjak dari duduknya. Pria tampan itu menyimpan lembaran yen di meja, lalu mengambil mantel dan syal nya.

“Eh? Hyung? Kenapa?”

Yunho tidak menjawab. Ia berjalan menuju pintu keluar.

“Yunho-hyung!?” Yoochun memanggil lagi sambil cepat beranjak juga dari tempatnya dan mengejar Yunho.

Jaejoong yang sedang mengobrol dengan Tomohisa, terhenyak mendengar sebuah nama yang sangat ia kenal dipanggil oleh seseorang. Host tampan itu menolehkan wajahnya dan bertepatan dengan Yunho yang sedang memandang ke arahnya sambil berjalan keluar. Wajah tampan pria itu datar saja tapi Jaejoong bisa menangkap tatapan yang cukup mengerikan. Ia sungguh tak menyangka kalau mereka akan bertemu lagi disana. Dan sepertinya sesuai dengan pembicaraan terakhir mereka waktu itu, Yunho akan terus lari darinya.

“Sepertinya mereka orang Korea” komentar Tomohisa sambil ikut memperhatikan dua orang pria yang sedang keluar dari cafe. Jaejoong nyaris memutarkan tubuhnya untuk melihat Yunho yang sudah akan benar-benar menghilang dari sana. “Jeje?” tanya Tomohisa, menyadari sikap temannya itu. “Kau kenal mereka?”

Jaejoong cepat membetulkan lagi posisi duduknya. Ia tersenyum gugup sambil menggelengkan kepalanya, ragu. Tomohisa tidak lekas mempercayainya. Ia masih ingat nama yang tadi terdengar disana. Yunho. Nama yang sama dengan yang pernah digumamkan Jaejoong.

Tomohisa tersenyum kecut.
- - -

“Hyung, kenapa kau tiba-tiba pergi seperti itu? Siapa mereka?!” Yoochun tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya begitu mereka sudah berada di dalam mobilnya.

“Dia orangnya” jawab Yunho datar.

“Hah?” Yoochun tak jadi menyalakan mesin mobilnya. “Dia yang—“ Yoochun tak yakin untuk melanjutkan ucapannya.

Yunho menghela nafas panjang lalu menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Ia merasakan dadanya yang berdebar kencang begitu menyesakkan dan membuatnya lelah. Ini pertama kalinya ia merasa harus menghindari sesuatu dengan cepat kemudian ditambah ada perasaan aneh yang begitu menggelegak di dadanya. Kemana perasaan datarnya yang biasa? Ia sungguh tak pernah merasakan yang tidak-tidak, jika bukan karena apapun yang berhubungan dengan Changmin. Inilah sebenarnya yang Yunho hindari. Ia tak mau merasa khawatir, gelisah, bahagia oleh orang lain. Hanya adiknya Changmin yang boleh membuatnya merasakan seperti itu. Yunho tak pernah mau perasaannya dikendalikan oleh orang lain, hanya Changmin yang boleh!

“Hyung...”

“Ok Yoochun, aku sungguh berada dalam masalah. Beritahu aku, dimana aku bisa cepat menemukan seorang perempuan seksi yang bisa aku kencani, agar aku tidak tersiksa seperti ini—“

“Hyung, calm down—“

Tok tok

Sebuah suara ketukan di jendela menghentikan pembicaraan mereka. Yunho menolehkan wajahnya ke samping dan mata kecilnya agak melebar begitu melihat Jaejoong yang berada disana sedang melipatkan kedua lengannya di depan dada. Dari luar memang terlihat, itu sebabnya, Yunho tak segan menunjukkan wajah paniknya dan memandang Yoochun untuk meminta bantuan.

“Buka saja jendelanya, hyung” kata Yoochun.

“Tidak, aku—“ untuk pertama kalinya seorang Jung Yunho menunjukkan sebuah kepanikan yang sangat tak biasa. Yoochun menahan senyumannya dan mengulurkan tangan untuk menekan tombol agar kaca jendela mobilnya terbuka.

Yunho yang tak bisa mencegah pun terpaksa menenangkan dirinya dan berusaha memasang wajah datarnya lagi. Ia jelas saja tak mau terlihat konyol di hadapan Jaejoong.

“Yo!” sapa Jaejoong dengan tenangnya.

Yunho meliriknya sedikit.
“Ada apa Jaejoong san?”

“Aku boleh menumpang? Tadi temanku meninggalkanku...”

Yunho agak memutarkan bola matanya.
“Ini bukan mobilku—“

“Masuklah!” Yoochun memotong ucapan dingin Yunho begitu saja, membuat sahabatnya nyaris memberikan tatapan membunuh di matanya, tapi Yoochun tak peduli. “Ini mobilku, jadi masuklah!” kata Yoochun lagi, kali ini tak bisa menahan senyumannya.

Jaejoong berterima kasih kemudian masuk ke mobil itu di kursi penumpang.
“Ah aku sangat tertolong... arigatou” katanya pula begitu duduk disana.

“Ii yo. Kita sesama orang Korea harus saling menolong” sahut Yoochun sambil mulai menjalankan mobilnya.

Yunho pun seketika tak berbicara lagi. Pria tampan itu sama sekali tak menengok ke belakang, seolah tak pernah mengenal Jaejoong. Ia menggerutu dalam hati karena seperti nya ucapan Jaejoong waktu itu memang tidak main-main. Ia akan terus berlari sementara Jaejoong akan terus mendekat.

“Yoochun san, kau tidak ingat padaku?” tanya Jaejoong pula setelah beberapa detik mereka terdiam.

“Eh?” Yoochun menoleh sekilas sebelum kemudian ia mengamati Jaejoong dari cermin diatas kepalanya. “Kau—“ ia mencoba mengingat-ingat.

“Aku teman Junsu!” Jaejoong langsung membantunya.

“Aaah, benar!” sahut Yoochun yang langsung teringat. “Apa kabar? Oh kau tidak bersama Junsu?”

“Tidak, tadi aku sedang bersama temanku, dan sepertinya Junsu juga sedang sibuk dengan Changmin—“

“Junsu san sedang bersama Changmin” sela Yunho tiba-tiba. Seperti biasa akan bereaksi ketika nama adiknya disebut-sebut. “Tadi aku meminta dia untuk menemaninya di studio kalau memang dia ada waktu..” jelas pria itu pula.

Yoochun mengangkat kedua bahunya. “Pantas, aku kesulitan untuk menemui dia akhir-akhir ini”

“Kau keberatan?” tanya Yunho sambil melirik sahabatnya itu.

“Tidak, hyung, tenang saja. Aku bisa pergi bertiga dengan mereka kalau aku mau” jawab Yoochun.

Yunho menganggukkan kepalanya, lalu melirik Jaejoong sekilas dari cermin diatas kepalanya.

“Jaejoong san, kau akan turun dimana?” tanyanya masih sedatar perkataannya di awal tadi.

“Hm? Aku belum tahu...”

Yoochun tersenyum sambil agak membuang mukanya ke luar. Ia tak mau Yunho melihat senyumannya lalu jadi kesal padanya.

“Tidak boleh seperti itu. Kami ada urusan, dan tak bisa membawamu...”

“Kau jangan dingin begitu Yunho-san, aku sudah kenal dengan Yoochun-san, dan sepertinya dia juga tidak keberatan aku ikut dengan kalian” sahut Jaejoong sambil menepuk bahu Yunho dan tersenyum dengan percaya diri.

Yunho agak terhenyak. Ia melirik Yoochun dan memberikan kode melalui mata pada sahabatnya itu, meminta Yoochun untuk segera mengeluarkan Jaejoong dari mobilnya.

“Kau sebaiknya menghubungi klien-mu saja, Jaejoong san” kata Yunho pula, mencoba untuk lebih tegas dan semakin dingin.

“Aku tidak mau”

Sekali lagi Yunho memberikan kode dari matanya pada Yoochun, tapi lagi-lagi sahabatnya itu mengacuhkannya dan malah tersenyum-senyum.

“Ok, aku akan mengantarkanmu ke apartemen Yunho hyung. Karena Changmin pasti belum pulang, Yunho hyung akan sendirian di apartemennya. Is that ok, Jaejoong san?”

Yunho memutarkan bola matanya, tak menyangka sahabatnya malah akan menjerumuskannya seperti itu – sementara Jaejoong langsung menyetujui dengan gembira. Ia memang membutuhkan waktu berdua saja dengan Yunho. Dan ia sangat beruntung karena ternyata Yoochun memihaknya.

- - - - -

“Sudah selesai?” tanya Junsu setelah ia menguap untuk ketiga kalinya. Host manis itu sedang duduk di sebuah kursi di samping Changmin yang sedang mengganti lensa kamera nya.

“Ini yang terakhir” jawab Changmin dengan senyuman yang tampak bersinar daripada biasanya. Tatapan bahagia juga terpancar dari sepasang mata indahnya. “Aku akan mentraktirmu setelah ini”

Junsu hanya menghela nafas dan kembali bersandar di kursinya, memperhatikan Changmin yang kini mulai lagi memotreti model di depan sana. Sungguh entah apa yang sudah merasukinya, tapi ketika tadi Yunho memintanya untuk menemani Changmin di studio tempatnya bekerja, Junsu langsung tak bisa menolak. Padahal ia sudah merencanakan untuk tidak lagi berurusan dengan mereka. Terlebih, ia sudah lama tak pergi menemani Yoochun. Ia ingin kembali bekerja sebagai host yang sebenarnya, yang memang hanya untuk bersenang-senang, bukan untuk sekedar menemani seorang pemuda bahkan diperintah-perintah seperti ini. Hanya saja, Junsu tak bisa memungkiri kalau bayaran yang diberikan Yunho memang sangat menggiurkan.

Matanya kembali menikmati setiap gerakan yang dilakukan Changmin ketika sedang membidikkan kamera dan memberikan instruksi pada model. He’s so cool. Dia tak seperti Shim Changmin manja yang selalu Junsu panggil dengan sebutan ‘bayi besar’. Dia bahkan seperti seorang fotografer profesional, padahal ia tahu persis kalau Changmin hanya baru beberapa hari bekerja disana. Sepertinya pemuda itu memang tidak main-main soal hobi nya memotret. Hobi telah membuatnya jadi lebih terampil seperti seorang profesional. Sesaat Junsu seolah tersedot lagi oleh pesona seorang Shim Changmin. Pemuda itu jelas akan cepat menarik perhatian banyak wanita hanya dari penampilannya dan kekayaannya. Tapi Junsu tak yakin jika semua orang tahu dengan sikap manjanya. Rasanya akan lebih baik kalau ia melihat Changmin terus memotret agar pemuda itu terlihat lebih dewasa dan tak menyebalkan seperti biasanya. Bahkan Junsu bisa melihat sisi lain dari pemuda itu. Wajah tampannya seolah lebih bersinar, senyumannya terihat lebih tulus. Nampak sekali kalau dia begitu bahagia ketika sedang memotret...

“Ayo!” ajakan Changmin membuat Junsu tersentak. Ia nyaris tak menyadari kalau pemuda itu sudah berada di dekatnya dan baru selesai merapikan kamera nya.

“Kau sudah selesai?”

Changmin tak menjawab dan hanya berjalan lebih dulu setelah berpamitan pada rekan-rekan kerjanya. Junsu pun hanya bisa menggerutu dalam hati sambil mengikutinya.

“Kau mau makan apa?” tanya Changmin setelah mereka berada di dekat mobil.

Junsu hanya mengangkat kedua bahunya tidak begitu antusias meski sebenarnya ia cukup lapar karena sudah menemani pemuda itu dari sore. Ia berjalan ke arah pintu pengemudi, tapi kemudian ditahan oleh Changmin yang meminta kuncinya.

“Apa?”

“Aku yang akan menyetir” sahut Changmin dengan senyumannya yang tak biasa lagi.

“Kau bisa menyetir?” Junsu sengaja agak mengejeknya.

Changmin hanya mendecakkan lidah sambil tetap tersenyum. Pemuda itu merebut kunci dari tangan Junsu dan menuju pintu pengemudi. Junsu hanya menggelengkan kepalanya dan kembali menyusulnya. Sejujurnya, senyuman Changmin barusan agak menakutkan baginya – karena sungguh tak biasanya pemuda itu tersenyum seperti itu.

“Aku akan mentraktirmu di restoran Italy” kata Changmin pula setelah mereka berada di dalam mobil. Ia mengeluarkan sebuah amplop dari dalam saku celananya sebelum menyalakan mesin mobil. “Ini gaji pertamaku, akan aku habiskan denganmu” katanya dengan senyuman yang lebih lebar.

Junsu terpana beberapa detik sebelum kemudian ia tertawa kecil. Pemuda itu lucu juga dan mau tak mau membuatnya tersentuh. Changmin memang terlihat begitu senang sudah mendapatkan gaji pertamanya, dan entah kenapa harus dirinya yang menemani untuk menghabiskan uang itu!?

“Baka. Seharusnya kau habiskan dengan kakakmu, atau kau tabungkan!” kata Junsu.

“Tidak apa, ini uangku. Yunho hyung sudah punya uang banyak, dia tak memerlukan traktir dari ku”

Junsu hanya menggelengkan kepalanya masih sambil tersenyum.

“Kau senang?” tanya Changmin tiba-tiba dengan tatapan yang lebih lembut daripada biasanya.

“Yeah—“ Junsu tentu saja tak mau lekas mengakui.

“Kau harus senang!” sahut Changmin sambil menepuk pundak pria itu. “Karena kalau kau senang, aku juga akan senang. Aku puas bisa membuatmu senang”

Junsu mendadak terdiam menangkap kalimat Changmin yang terdengar agak aneh itu. Ia memandang pemuda itu, tapi Changmin sudah menjalankan mobilnya dengan senyuman yang semakin lebar di bibirnya. Junsu mengerjapkan matanya sekali. Ia tiba-tiba seolah tersadar.

Mungkinkah, Changmin benar-benar... padanya? Tidak mungkin!

- - - - -

“Kau tidak seharusnya memanfaatkan sahabatku seperti ini” kata Yunho setelah akhirnya ia hanya berduaan dengan Jaejoong di apartemennya. Ia tak bisa mengusir host tampan itu setelah tadi Yoochun mengantarkan mereka kesana.

Jaejoong mengangkat kedua bahunya. “Yoochun san memang baik hati...”

“Aku sedang lari darimu, dan kau tahu itu—“

“Yeah, karena itu aku terus mendekatimu” potong Jaejoong cepat sambil duduk di sofa, tanpa diminta oleh Yunho. Ia memandang pria di hadapannya yang tampak tidak mau berdekatan dengannya.

Yunho balas memandang Jaejoong dengan tatapan penuh masalah di sepasang mata musangnya.

“Maaf Jaejoong san, tapi aku—“

“Aku tak membutuhkan penolakan, itu percuma”

“Tidak, aku serius. Kau tahu kalau aku sangat mencintai adikku lebih daripada apapun. Aku tak akan pernah bisa mencintai siapapun lagi!”

Jaejoong terdiam lagi memandang Yunho. Ucapan tegas pria itu cukup mengganggunya. Tapi bagaimana bisa ia menyerah hanya karena sebuah alasan konyol yang tak seharusnya merintangi hubungan mereka.

“Aku tak peduli. Perlahan, kau pasti bisa membagi cintamu. Aku tidak apa-apa mendapatkan 10% saja, asal kau memang menyukaiku juga” kata Jaejoong kemudian, setelah ia menyusun kata-kata di benaknya. Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Yunho, berdiri tepat di hadapan pria bertubuh tinggi tegap itu. “Kau menyukaiku juga, bukan?” bisiknya pula.

Yunho tak menjawab, ia merasakan ada hangat di wajahnya dan dingin di telapak tangannya. Ia tak bisa menjelaskan betapa nervous dirinya. Ini sungguh pertama kalinya.

“Yunho...” bisik Jaejoong lagi sambil perlahan semakin mendekat dan mencoba mensejajarkan bibirnya dengan bibir pria itu meski ia harus agak menjinjitkan kakinya. Ia pernah gagal untuk mencium pria ini, dan sekarang ia ingin membayar kegagalannya dengan keberhasilan.

Sebuah kecupan lembut terasa di bibir Yunho. Pria tampan itu agak terhenyak, mata seksinya melebar dan dadanya berdebar menyesakkan lagi. Wajah tampan Jaejoong begitu dekat dan sedang terpejam dengan indah di hadapannya, menghayati ciuman lembut mereka. Menyesapi setiap detik saat bibir mereka bersentuhan.

Yunho merasakan kaku di sekujur tubuhnya, tak bisa menggerakkan apapun – sementara debaran di dadanya semakin menggila dan aliran darah berdesir-desir nyaman di nadinya.

Bibir Jaejoong bergerak dengan halus diatas bibirnya, perlahan sedikit menekannya hingga Yunho tak bisa menahan diri untuk tidak membalasnya. Yunho akhirnya memang menyerah dan memejamkan matanya sambil mendekapkan kedua tangannya dengan tiba-tiba di tubuh ramping Jaejoong. Ia balik menekan bibir lembut Jaejoong dan entah karena sudah lelah menahan diri atau memang sudah tak bisa mengendalikan dirinya, pria tampan itu segera mencium bibir Jaejoong dengan sebenarnya. Sebuah ciuman yang terbuka dan panas.

Jaejoong agak tersentak, namun ia tak bisa menghentikannya karena dekapan tangan Yunho begitu kuat di pinggangnya. Ia mengeluh dalam ciuman mereka dan berusaha mengikuti irama ciuman Yunho yang sangat terburu-buru. Jaejoong memang cukup puas karena akhirnya ia bisa membuat pria kaku ini menyerah juga, namun ia agak kewalahan karena sepertinya Yunho tidak begitu paham untuk berciuman dengan nyaman dan tenang.

“Mmhh...” Jaejoong mencoba melepaskan ciuman mereka, namun Yunho tak membiarkannya. Ciuman pria itu semakin tak terkendali, begitu meminta bahkan nyaris memaksa, seolah akan menghisap seluruh wajahnya. “Mmh... Yunhh.. AHH!”

Dengan agak sekuat tenaga, Jaejoong pun berhasil melepaskan ciuman. Ia terengah-engah memandang pria di hadapannya yang juga sedang menenangkan nafasnya. Ia melihat tatapan yang tak biasa di mata Yunho.

“Kau... marah.. Yunho?” tanya Jaejoong, yang cukup penasaran dengan tatapan di mata seksi pria itu.

Yunho menggelengkan kepalanya cepat.

“Lalu...?”

“Maaf” kata Yunho kemudian sambil melepaskan tangannya di pinggang Jaejoong. Ia juga sebenarnya tidak tahu apa yang sudah merasukinya. Tubuhnya seolah bergerak sendiri begitu ia merasakan ciuman Jaejoong. Sepertinya setelah bertahun-tahun ia tak berhubungan dengan siapapun, membuatnya jadi sangat frustasi. Apalagi ini juga pertama kalinya ia sungguh memiliki perasaan untuk memeluk dan mencium seseorang.

“Tidak... jangan minta maaf” kata Jaejoong sambil menarik kembali tangan Yunho agar terus mendekapnya. “Kita mulai lagi, tapi dengan lebih tenang, ok?”

Yunho menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak bisa...”

Jaejoong tak mempedulikan ucapan pria itu, lalu memegang kedua sisi wajahnya agar menghadapnya lagi. Perlahan ia kembali mencium Yunho, namun tidak selambat tadi, ia langsung menggerakkan bibirnya dengan lembut namun panas - agar Yunho bisa segera menyesuaikan diri. Perlahan Yunho pun bisa mengambil alih ciuman, dengan irama yang sudah ditentukan oleh Jaejoong. Host tampan itu diam-diam memang mengajari pria kaku ini.

Senyuman terulas di bibir Jaejoong dalam ciuman mereka. Seperti yang ia duga, Yunho memang cepat bisa menangkap ajarannya. Dalam beberapa menit saja, ciuman mereka jadi begitu nyaman, membuat Jaejoong tak mau melepaskan pria itu lagi. Di benaknya ia berteriak-teriak bahagia. Ia memang tak butuh banyak waktu untuk membuat seseorang bertekut lutut di hadapannya.

- - - - -

Dokter Kwon, dokter keluarga Jung berjalan dengan agak terburu-buru menuju ruang kerja di dalam mansion besar milik kediaman Jung. Pria setengah baya yang sudah lama mengabdikan diri pada keluarga Jung itu sengaja mengosongkan jadwalnya hari ini hanya untuk memastikan bahwa keluarga yang sudah sejak lama ia tangani kesehatannya itu baik-baik saja.

“Oh Dokter Kwon, apa kabar?” Choi ssi yang tengah memantau pekerjaannya di meja kerja milik Yunho segera menyambut dokter itu.

Dokter Kwon menyambut uluran tangan Choi ssi, namun ia tak bisa tersenyum tenang seperti sang asisten keluarga itu.

“Dimana Changmin? Kenapa dia tak pernah menemuiku lagi?” tanyanya, tanpa basa-basi.

Choi ssi agak memudarkan senyumannya.
“Ah, Tuan Muda Changmin sedang berada di Tokyo sejak satu bulan yang lalu. Dia bersama Tuan Muda Yunho juga”

“Apa?” Dokter Kwon, tak melanjutkan gerakannya untuk duduk. “Di Tokyo? Kenapa tidak ada yang memberitahuku!” serunya kemudian.

“Maaf Dokter Kwon, tapi Tuan Muda bilang, dia akan menghubungimu dari sana...” jelas Choi ssi, yang mau tak mau jadi khawatir. Hanya saja ia memang ingat kalau Changmin bilang akan tetap menghubungi dokter pribadi mereka itu dari Tokyo sana.

“Dia sama sekali tidak menghubungiku! Aku pikir dia sangat sibuk hingga belum menghubungiku. Tapi ini sudah satu bulan, dan aku tak bisa membiarkannya”

“Maaf..”

“Choi sii, kau belum mengatakan apapun pada Yunho?” tanya Dokter Kwon pula semakin tak sabar. “Dia jelas tak akan mengingatkan Changmin untuk menghubungiku kalau dia tidak tahu apapun tentang kesehatan adiknya”

“Tuan Muda Changmin melarangku untuk memberitahu Tuan Muda Yunho...” gumam Choi ssi terdengar menyesali ketidakberdayaannya.

Dokter Kwon mendecakkan lidahnya. “Kau harus segera memberitahunya dan minta mereka untuk segera pulang. Aku harus mengecek Changmin secepatnya. Aku takut penyakitnya akan semakin parah... tapi kalau mereka tidak bisa, aku akan segera menghubungi rekanku yang berada di Tokyo. Pokoknya aku minta kau segera membuat mereka menghubungiku!”

Choi ssi mengangguk pelan, tak begitu yakin bagaimana ia harus melakukannya. Dokter Kwon mendekati asisten keluarga yang dia tahu sangat menyayangi kedua Tuan Muda nya itu. Ia menepuk pundak Choi ssi, penuh simpati.

“Kita tak mau Changmin bernasib seperti ibunya, bukan?” kata Dokter Kwon pula, lebih lembut dan tak bermaksud menakuti.

Choi ssi agak melebarkan matanya kemudian menggelengkan kepalanya. Tentu saja ia tak akan pernah mau hal buruk terjadi pada Tuan Muda yang sudah ia jaga sejak kecil. Choi ssi ingat bagaimana Nyonya Besar sangat memohon padanya untuk menjaga puteranya. Dan dalam hati, pria setengah baya itu agak menyesal karena tidak segera memberitahu Yunho tentang penyakit Changmin . Waktu itu dirinya pernah memanggil Dokter Kwon karena Changmin tiba-tiba mengeluh sakit di dadanya. Ternyata setelah diperiksa, Tuan Muda nya positif mengidap penyakit jantung yang sama persis dengan penyakit ibunya. Sejak itu Changmin memintanya untuk tidak mengatakan apapun pada Yunho. Dan sekarang, Choi ssi jadi merasa bingung bagaimana ia harus memberitahu Yunho. Ia tahu sekali kalau Yunho sangat protektif pada Changmin dari sejak ibu mereka meninggal. Ini pasti akan menjadi sebuah pukulan untuk Tuan Muda nya itu.

“Choi ssi, aku mengandalkanmu. Kita harus menyelamatkan Changmin”

Choi ssi mengangguk dengan lebih yakin. “Aku mengerti...” gumamnya.

- - - - -

Yunho membetulkan posisi kepalanya yang sedang tersimpan nyaman diatas pangkuan Jaejoong. Mereka sudah selesai dengan sesi berciuman yang panas dan panjang. Sekarang ia sedang menikmati sentuhan lembut jemari Jaejoong di rambutnya.

“Aku penasaran...” gumam Jaejoong sambil terus memainkan rambut tebal Yunho di jemarinya.

“Apa?” Yunho melihat pada Jaejoong.

“Kenapa kau sangat mencintai Changmin? Sejak kapan kau jadi seorang brother complex?” Jaejoong bertanya tanpa ragu, ia ingin membuat pembicaraan apapun yang mereka bahas jadi tidak begitu kaku. Ia juga ingin Yunho jadi lebih banyak bercerita padanya, apalagi sekarang sepertinya sudah jelas kalau mereka bukan sekedar teman lagi.

Yunho terdiam beberapa saat. Ia mengalihkan pandangannya dari wajah tampan Jaejoong.

“Aku sangat mencintainya karena... ibu ku sangat mencintainya” kata Yunho akhirnya.

Jaejoong mencoba memahami kalimat Yunho. Ia sungguh tak menyangka kalau jawabannya akan seperti itu dan nada suram di suara Yunho rasanya terdengar aneh bagi Jaejoong.

“Oh. Tentu saja seperti itu...”

“Karena ibu ku sangat mencintai Changmin, karena Changmin sangat penting untuk ibu ku” sela Yunho lagi. Kali ini ada senyuman yang terlihat pahit di bibirnya.

Jaejoong jadi agak mengernyitkan keningnya. Ia semakin merasakan ada yang aneh disini. Yunho sangat mencintai Changmin... karena ibunya? Tidakkah itu aneh? Dan belum lagi senyuman pahitnya. Apa mungkin sebenarnya, Yunho melakukan semua itu karena ia terpaksa? Karena ia sangat kesal ibunya lebih mencintai Changmin daripada dirinya?

Astaga! Jaejoong mengerjapkan matanya. Entah kenapa bisa-bisanya ia memiliki pikiran seperti itu. Ia bahkan baru memahami seorang Yunho sekarang. Mungkin inilah ikatan takdir yang selalu dirasakannya dari sejak ia bertemu dengan Yunho.

“Itu sebabnya aku tak akan pernah bisa mencintai siapapun lagi” kata Yunho pula sambil memandang Jaejoong. Kali ini tatapan yang sedikit sedih terlihat di matanya.

Jaejoong mencoba mengulas senyuman. Ia menundukkan wajahnya dan menyentuhkan hidungnya di hidung mancung Yunho.
“Kau sudah mendengarnya tadi... aku tidak peduli” bisik Jaejoong.

“Karena kau seorang host? Kau sudah terbiasa dengan perasaan yang sepihak?” tanya Yunho tiba-tiba, begitu datar dan polos.

Jaejoong memudarkan senyumannya dan menatap Yunho, tajam.

“Karena aku tahu kau akan segera mencintaiku!” bisiknya lagi namun setajam tatapannya.

Yunho tertawa kecil, setengah mengejek.
“Kau sangat percaya diri, tipikal host—“

“Kau membuatku kesal, Tuan!” tanpa peringatan, Jaejoong langsung melancarkan gelitikan yang mematikan di tubuhYunho. Pria itu melonjak kaget, Jaejoong semakin menjadi karena Yunho mulai seperti ketakutan. Mereka pun tertawa-tawa bodoh seperti anak kecil. Untuk pertama kalinya Jaejoong melihat Yunho begitu lepas tertawa, dan bahagia seperti ketika ia mengajaknya menaiki kereta. Pria ini memang butuh untuk lebih banyak tertawa, itu membuatnya jadi lebih tampan dan bersinar daripada saat ia bertingkah dingin dan kaku.

“Jaejoong! Hentikan!” Yunho berteriak sebelum kemudian berhasil menjebak tubuh ringan Jaejoong di sofa dengan dirinya berada diatas pria itu. Ia memegang kedua tangan Jaejoong yang jelas sudah tak bisa host tampan itu lawan. Mereka terengah-engah dan sedikit tawa masih tersisa. Keduanya saling memandang dengan tatapan yang hanya bisa mereka artikan berdua.

“Aku mencintaimu, Yunho” kata Jaejoong tiba-tiba, membuat dada Yunho berdegup nyaman.

Jaejoong yang tahu Yunho tak akan semudah itu menyahut, akhirnya mencoba untuk mendekatkan wajahnya dan mencium lembut bibir Yunho lagi. Pria di atasnya segera meleleh dan membalas ciumannya. Yunho memang sudah tak bisa berlari lagi. Setiap ciuman Jaejoong, membuatnya melupakan Changmin... melupakan ibunya... melupakan kekesalannya... melupakan masa lalunya.. bahkan membuatnya melupakan siapa dirinya.

Yunho seolah menjadi orang baru dengan kebebasan yang sangat ia inginkan sejak lama. Ia berharap bisa seterusnya seperti ini... bersama Jaejoong tentu saja.

- - - - -

Junsu berbalik sebelum membuka pintu apartemennya. Changmin berada disana, entah kenapa malah mengantarkannya sampai apartemennya. Mereka memang baru kembali dari restoran Italy dimana Changmin mentraktirnya kemudian sedikit minum-minum di sebuah cafe.

“Seharusnya aku yang mengantarmu pulang, kau tahu? Kakakmu akan membenciku setelah ini” desah Junsu, memprotes.

“Tidak apa. Lagipula aku membawa mobilnya. Kalau kau mengantarku, kau harus pulang dengan Taxi”

“Aku sudah biasa seperti itu” Junsu memutarkan bola matanya.

“Mulai sekarang, biar aku yang terbiasa mengantarmu, bagaimana?”

Sekali lagi Junsu agak terhenyak oleh ucapan pemuda ini. Ia memandangnya semakin curiga.
“Tidak. Sebenarnya apa yang kau rencakan, bayi besar?” tanyanya.

Changmin malah tertawa, lalu mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Junsu. Pria itu cepat menepisnya, tak terima diperlakukan seperti anak kecil oleh orang yang lebih muda darinya, walau ia memang jauh kalah tinggi oleh pemuda itu.

“Hey, kau tidak sopan!” protes Junsu pula.

“Oh sudahlah, seharusnya kau berterima kasih saja padaku, Junsu”

“Ok, terima kasih. Sekarang sebaiknya kau pulang, dan... jangan melakukan lagi ini padaku. Aku sungguh tak mau membuat masalah dengan kakakmu” ujar Junsu akhirnya.

Changmin malah tertawa lagi. Sungguh sangat tak biasa karena biasanya Changmin akan sangat kesal setiap kali Junsu menyebutnya ‘bayi besar’ atau mengaitkannya dengan kakaknya yang posesif. Entah ada apa dengan Shim Changmin hari ini, dan itu sungguh membuat Junsu semakin curiga.

“Kau semakin manis kalau marah-marah seperti itu” cetus Changmin, entah sadar atau tidak, dan itu semakin membuat kecurigaan Junsu seolah akan terbukti.

“Kau ini bicara apa!? Sudahlah, pulang sana!” Junsu tak bisa bereaksi dengan baik dan tak tahan lagi untuk menduga-duga. Ia mendorong tubuh tinggi Changmin, tapi Changmin justru malah balas menarik lengannya. Tubuh Junsu yang memang lebih kecil, dengan mudah langsung terjebak di dekapan pria itu. Sekali lagi, Junsu hanya bisa melebarkan kedua matanya. “Hey—“

Junsu tak bisa melanjutkan perkataannya karena tangan Changmin memegang dagunya. Tidak begitu keras namun cukup membuat Junsu tak bisa mengelak. Pemuda itu membuatnya menghadap padanya. Senyuman lembut yang tak biasa terulas di bibir Changmin, dan malah membuat Junsu merinding. Ia antara takut, berdebar, penasaran, percaya diri... entahlah.

Sebelum Junsu sempat menduga-duga lagi apa yang akan Changmin lakukan, sebuah kecupan mendarat di bibirnya begitu saja. Singkat, namun berhasil lebih menggetarkan dadanya. Junsu terpana dan tak sempat mengatakan apapun hingga Changmin melepaskan dekapannya. Pemuda itu juga hanya tersenyum sekilas padanya dengan senyuman menyebalkan yang sepanjang hari ini sempat tak terlihat di bibirnya, lalu pergi begitu saja.

Junsu terdiam beberapa detik, mencoba mengingat lagi apa yang sudah terjadi barusan dan mengaitkannya dengan setiap adegan yang ia lalui bersama Changmin, juga perkataannya... Pemuda itu sepertinya memang ada sesuatu padanya. Walau ia bertingkah menyebalkan, tapi Junsu untuk pertama kali bisa menangkap dan menyadari ada makna dibalik semua itu.

“Oh damn” keluh Junsu pelan. Ia menyentuh keningnya yang entah kenapa terasa panas. Wajahnya juga terasa menghangat dan debaran di dadanya masih cukup kencang. “Tidak mungkin aku juga sudah terjebak olehnya... aku hanya menyukai Yoochun ssi... hanya Yoochun ssi..” gumamnya bicara dengan dirinya sendiri. Ia sungguh membutuhkan Jaejoong sekarang.

- - -

Changmin masih tersenyum-senyum bodoh setelah ia keluar dari gedung apartemen Junsu. Ia sungguh tak menduga dirinya akhirnya akan seberani itu. Ia mungkin terlalu bahagia hari ini setelah mengerjakan apa yang ia sukai ditemani oleh Junsu, lalu menghabiskan uang yang ia dapat sendiri dengan jerih payahnya bersama orang yang diam-diam ia sukai itu. Ia ingin menunjukkan kalau dirinya bukan sekedar ‘bayi besar’ bagi Junsu. Ia bisa menjadi dewasa dan bisa melakukan apa yang memang ingin ia lakukan. Yang paling penting, ia juga bisa membuat Junsu senang.

“Hi, maaf, kau adik Jung Yunho?” seorang pria tampan dengan bahasa Jepang yang sangat fasih mendadak menghadang Changmin yang sedang menuju ke mobilnya.

“Uhm, benar.. kau siapa?” tanya Changmin yang jelas tidak mengenal pria Jepang itu.

Pria itu tersenyum.
“Aku teman kakakmu. Kau bisa ikut denganku?”

“Oh, kemana?”

BUK!

Changmin tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya karena kemudian sebuah benda terasa menghantam belakang kepalanya. Ia tersungkur ke depan. Kepalanya pusing, pandangannya seolah berputar-putar ketika ia mencoba melihat pria di hadapannya sekali lagi, sebelum kemudian semuanya menjadi hitam dan gelap. Ia pingsan.

Pria Jepang itu masih tersenyum. Ia pun menyuruh orang yang tadi sudah memukul Changmin untuk mengangkat tubuh pemuda itu masuk ke dalam mobilnya. Ia sedang mengambil langkah yang penuh resiko dan tak pernah ia lakukan sebelumnya, tapi cinta yang tak bisa di hindari memang bisa membuat siapapun jadi berbeda. Entah menjadi lebih baik atau justru... menjadi buruk.

- - - - -

TBC