Jumat, 19 Oktober 2012

:: 5 Fun-facts About YunJae & YamaJima [my version] ::

Ohisashiburi desu ne... minna genki? :)

Lately, gue lagi mabok2nya lagi sama couple YamaJima (Nakajima Yuto x Yamada Ryosuke). Gak bisa dipungkiri, virus dance moves mereka di Super Delicate perform beberapa bulan ini, bikin jiwa fangirl gue bergejolak. Lol. Tanpa harus ragu lagi, gue makin yakin buat ngeshipping mereka. Sekarang mereka udah terang2an fanservis dan mereka juga udah dewasa. This is not something that will makes me feel weird again. Lol.

Mungkin gue bisa dibilang baru buat urusan mendalami YamaJima, tapi dari hasil mendalami beberapa lama ini, bikin gue makin happy karena beberapa hal ada yang selalu mengingatkan gue sama couple favorite gue sepanjang masa : YunJae. Selain inisial couple mereka (YJ) yang sama, ada beberapa hal lain lagi yang jadinya bikin gue senyum2 sendiri. I've just find it funny and cutes.



Well, i'd love to share my own minds again with y'all. This is for fun. If you'll love it too, of course i'll be sooo glad :). Check it out then!

1. They Were Started Young

YunJae ketemu di taun 2001, di usia mereka yg sekitar 15 taunan. Mereka kenalan, dan temenan selama masa2 sebagai trainee. Mereka semakin dekat lagi di usia 19 taunan ketika mereka di debutkan dalam satu grup yang sama.



YamaJima ketemu sekitar taun 2005, waktu itu mereka masi jadi Junior di Jimusho (Jhonys Ent.) usia mereka waktu itu sekitar 12 taun. Suatu hari Yuto pernah ngajakin Yamachan pulang bareng, kebetulan arah rumah mereka sama, akhirnya mereka jadi pulang bareng terus tiap hari. Di usia 14 taun mereka pun berada di satu grup yg sama dan ngebuat hubungan mereka semakin dekat sampai sekarang



2. Older Pretty Uke & Younger Tall Seme

Seperti yang udah kita tau, YunJae adalah couple dengan Kim Jaejoong sebagai Uke dan Jung Yunho sebagai Seme. Padahal Jaejoong lebih tua daripada Yunho. Jaejoong lahir 26 Januari 1986 dan Yunho lahir 06 Februari 1986, mereka cuma terhalang sebelas hari. (kalo menurut tanggal lahir asli Jaejoong yg 04 Feb 86, mereka malah hanya terhalang 2 hari). Itu artinya Jaejoong yang lebih tua malah jadi Uke, karena emang gak selamanya uke itu harus yang lebih muda, ne? lagian juga tinggi badan Yunho jauh lebih tinggi dibanding Jaejoong, belum lagi sikap dewasa dan manly-nya lebih dapet di Yunho. Jaejoong jadi lebih di lindungi :)



Begitu juga dengan YamaJima. Yamada Ryosuke lahir tanggal 09 Mei 1993 dan Nakajima Yuto lahir 10 Agustus 1993, mereka berjarak sekitar 3 bulanan. Persis YunJae, Yamachan pun takes a role as Uke soalnya Yamachan yang lebih cantik dan lebih manis. Belum lagi tinggi badan juga yang cukup jauh sama Yuto. Ngeliat mereka berdiri sampingan rasanya serasi banget. Yuto yg tinggi dan ganteng dipadukan sama Yamachan yang cantik dan kecil. They got the point, hal pertama yang keliatan dan bisa ngebikin orang suka adalah dari keserasian yang mereka punya :)



3. The Cute Animals Reflected Them

Dari YunJae sendiri, karena Jaejoong sangat suka gajah, terus Yunho mendapat julukan bear (beruang) akhirnya kita akan mengait2kan gajah dengan beruang sebagai refleksi dari YunJae.

Sedangkan YamaJima, aku juga baru tau soal ini sekarang2. Gara2 peran Yamachan di dorama Risou No Musuko, dia punya kekuatan koala. Hewan itu pun merefleksikan Yamachan ( tapi ada yg bilang kalo Yamachan itu panda coz badannya yang kecil dan agak bulet. lol) Kalo Yuto karena kakinya yang panjang, dan badannya yang menjulang tinggi, dia dapet sebutan jerapah. Jadinya, untuk YamaJima bisa mengaitkan juga jerapah x koala ato jerapah x panda. lol.

4. Fanservice

Karena couple YunJae udah sangat mendunia (i think so) especially di Korea, yang nampaknya udah jadi rahasia umum, dan tentunya juga di kalangan Cassiopeia sendiri yang udah punya pendukung dan pecinta yang sangat banyak dengan menamai diri: YunJae shipper, itu ngebikin Yunho sama Jaejoong full aware dengan keberadaan kita. Gak heran kalo mereka juga banyak melakukan fanservis buat menyenangkan hati kita para pecintanya (dan tanpa mereka sengaja fanservis, kita sering banget nemu hal2 yg membuat mereka semakin real dan real. lol).

Salah satu fanservis mereka yang fenomenal adalah ketika mereka membuat pernyataan married di sebuah acara radio Jepang yang mereka bawakan sendiri (Bigeastation) tepatnya di Bigeastation episode 11 tanggal 10 Juni 2007. Waktu itu yang bawain adalah Junsu, Yunho dan Jaejoong. Mereka menjawab pertanyaan : "kalo kalian jadi perempuan, siapa member yg akan kalian nikahi?" dengan yakinnya, Jaejoong menjawab Yunho. Karena menurutnya Yunho pasti akan jadi suami yg baik dan melindunginya, ketika pertanyaan yg sama dijawab Yunho, dengan malu2 Yunho juga ternyata menjawab Jaejoong, karena menurutnya Jaejoong jago memasak. lol. Akhirnya mereka membuat pernyataan kalo mulai hari itu mereka menikah!

Tanggal 10 Juni pun jadi keramat bagi pecinta YunJae. Unofficialy, kita mengganggapnya sebagai tanggal pernikahan YunJae. Kita pun bakal seru2an di twitter setiap tanggal itu buat merayakan anniversary-nya pernikahan mereka. hehe. Cute isn't it? ;)



Dan baru-baru ini, gue baru tau YamaJima akhirnya punya tanggal yang sama. Lol. Disebabkan oleh fanservis mereka waktu konser Asia Tour bulan Mei kemaren. Waktu itu mereka ngobrol2 pas MC part. Mereka ngebahas tentang Hikaru yang dapet role jadi dokter di dorama terbarunya. Dengan isengnya dia mendekati Yuto dan pura-pura memeriksa perut Yuto, terus dia malah bilang "Ah ini kembar" eh Yuto malah meluk Yamachan dan bilang "ini suamiku" Lol. Seperti biasa si seme suka lebih menggodai yg uke, Yunho juga pernah bertingkah girlie ketika dia fanservis sama Jaejoong. lol. Ada lagi satu hal lain waktu Yamachan diminta fans buat meluk, tapi ternyata Yuto malah keberatan. Yabu terus reflek nanya, "emang kamu siapa?" Yuto dengan pedenya nunjuk Yamachan "pacar anak itu" Lol. Yamachan terus minta maaf sama fans dengan bilang "maap, suamiku gak mengijinkan, gimana kalo salaman aja?" hahaha.

Karena kekompakan mereka yang macam itu, akhirnya para pecinta YamaJima, unofficially menjadikan tanggal 05 Mei 2012 sebagai wedding day / anniversary mereka. Yay! :D



5. Feeding Strawberry

Ini satu adegan yang kebetulan gue temuin. Gue punya video fancam dimana Yunho pernah nyuapin stroberi yang diambil dari kue tart buat Jaejoong.



Begitu juga dengan YamaJima, di sebuah majalah, Yuto yang baru ultah bulan Agustus kemaren, nyuapin Yamachan stroberi dari birthday-cake nya dia. How cute! Yuto tau banget kalo Yamachan sangat sangat cinta stroberi. lol.


NB: gomenasai buat dua pict trakhir yg blurry2. Kebetulan gue dapetnya yg begitu :D

Saa, berhubung gue baru inget lima hal ini (padahal perasaan banyak banget) jadi gue bikin 5 aja dulu, lain kali waktu gue nemu ato inget ada fun-fact laen, gue pasti share lagi disini. hehe. *feel free to correct*

Arigatou Gozaimasu yang udah baca. Keep loving our lovely OTPs!

YunJae & YamaJima, BANZAI!!! \(^-^)/

Selasa, 31 Juli 2012

Favorite Movie Review :: ROMEOS ::

tiba-tiba aja pengen curcol soal pilem favorite gue beberapa bulan ini. pilem ini bukan pilem yang biasa ada di bioskop2. ini pilem dengan tema LGBT dan seperti biasa cuma gue bisa nikmatin secara online.

ini pilem buatan Jerman yang rilis taun 2011 dan so far, dari sekian (lumayan) banyak pilem bertema LGBT (gay themed) yang gue tonton, inilah yang paling berkesan. gue suka sama plot nya, ceritanya, aktor2nya, aktingnya, dan endingnya. simple, tapi touching ditambah chemistry diantara aktornya bikin gue deg2an. plus mereka juga good looking semua.

anyway, lets get started!

1. Movie Title : ROMEOS


gak seperti beberapa pilem barat gay themed yang punya cerita agak aneh, bahkan nyaris berantakan dan gak mudah dimengerti, ROMEOS ini menurut gue justru malah gampang banget bikin kita jadi terhanyut sama ceritanya. it's really drama-romantic. gue sempet kecewa sama beberapa pilem barat gay themed yang malah lebih mempertontonkan adegan2 vulgar tanpa jelas maksudnya buat apa dan seolah-olah melenceng dari plot (gak penting2 banget buat bikin adegan tersebut) tapi pilem ini bikin kita realize kalo gay themed movie juga gak jelek buat jadi hiburan dan malah bisa ninggalin kesan tersendiri + ngasih nilai-nilai moral.

buat gue sebagai pecinta pilem dengan tema boyslove, pilem dengan akting yang bagus, aktor yang keren juga cerita yang hebat - emang penting banget. gue gak sembarangan milih pilem buat ditonton dan gue jadiin favorite. hehe.


2. The Story

pilem ini bercerita tentang seorang anak muda bernama Lukas Leonhard. dulunya Lukas adalah seorang cewek, bernama Miriam. tapi dia punya obsesi menjadi seorang cowok. hingga dia mencoba berubah menjadi cowok dengan menyuntikkan hormon laki-laki ke badannya, dia juga melakukan banyak work out untuk membentuk otot-otot di badannya. Lukas belum melakukan operasi yang sempurna, jadi sebagian tubuhnya tetap bagian tubuh cewek. Lukas biasa pake baju yang dobel2 untuk menutupi bagian dadanya.


ketika mulai tinggal di asrama untuk urusan pekerjaannya, Lukas bertemu lagi dengan Ine, sahabatnya waktu di sekolah. Ine adalah seorang lesbian. Ine takjub sekali dengan perubahan sahabatnya yang dulu adalah Miriam hingga sekarang benar-benar menjadi seorang Lukas. di awal kepindahan Lukas ke asrama, dia sempat masih dikira perempuan dan ditempatkan di asrama perempuan. sambil menunggu dipindahkan ke asrama laki-laki, Lukas pun banyak menghabiskan waktu bersama Ine. sampai suatu hari, Ine mengajak Lukas untuk hang-out di sebuah pesta.

di pesta ini, pertama kalinya Lukas bertemu dengan Fabio - seorang cowok ganteng dan gay. Lukas yang sempat panik dan sedikit down karena di pesta identitasnya hampir kebongkar, waktu menyendiri malah ketemu Fabio yang keluar dari mobil dengan naked *Lol* Lukas melihat dari mobil itu pun keluar lagi dua cowok lain, hingga membuatnya jadi bisa menyimpulkan kalo Fabio adalah seorang gay. disitu mereka terlibat pembicaraan ala cowok. bahkan Lukas dibagi rokok oleh Fabio, selain itu juga Fabio malah meminjam jaket yang dipakai Lukas. mereka pun cepat menjadi teman. dan tentu saja Fabio gak tau kalo sebenarnya Lukas adalah cewek yang belum sempurna jadi cowok.


di cerita berikutnya. Lukas jadi sering hang-out bersama Ine, lalu bertemu lagi dengan Fabio. di sebuah club, Lukas melihat Fabio sedang berdansa di dance floor tanpa pakaian dan entah kenapa disitu dia malah terpana. melihat badan Fabio yang nyaris perfect untuk seorang cowok, benar2 membuat Lukas ingin seperti dia. ada rasa kagum tumbuh di dalam dirinya untuk Fabio. apalagi tampaknya Fabio juga seperti menyimpan ketertarikan pada Lukas.

Lukas jadi merasa percaya diri. dia merasa kalo ada cowok gay yang mungkin tertarik padanya, berarti usahanya untuk menjadi seorang cowok memang sudah memberikan hasil. ditambah lagi ketika dia hang-out bersama salah satu teman Ine yang adalah gay, temannya itu mengatakan kalo Lukas tampan - hingga tak akan heran kalo banyak yang memperhatikannya. Lukas semakin bersemangat untuk menyempurnakan dirinya menjadi seorang laki-laki dengan work out lebih giat lagi.

namun disisi lain, ternyata Ine sedikit merasa khawatir. dia merasa Lukas sudah melangkah terlalu jauh, karena malah melibatkan diri dengan para gay. Lukas memang sempat bercerita tentang ketertarikan yang dirasakannya pada Fabio setelah dia mengira kalo Fabio juga tertarik padanya. Ine pikir, kenapa Lukas harus menjadi seorang laki-laki kalo pada akhirnya Lukas tetap membiarkan seorang laki-laki jatuh cinta padanya!?



and the climax is here. Lukas pun memang jatuh cinta pada Fabio, sementara Fabio gak tau kalo Lukas adalah seorang cewek yang transgender jadi cowok. seperti yang movie tagline-nya bilang "how do you love someone, if you don't show who you are?" - konflik batin pun dimulai. Lukas jelas takut kalo lebih intim dengan Fabio karena identitas aslinya akan ketahuan, tapi di sisi lain - dia sangat ingin menjadi lebih dekat dan intim.

Fabio yang sudah memberikan sinyal-sinyal tertentu jadi terpaksa dihindari Lukas. apalagi saat suatu hari, ketika keluarga Lukas datang menengok, adik perempuannya malah membongkar tentang diri Lukas yang adalah seorang perempuan di depan Fabio. keadaan menjadi parah, karena Lukas yang mencoba menghentikan, malah menampar adiknya sendiri. Fabio pun paham kalo semua yang dikatakan adik Lukas itu bukan bohong.



Lukas yang udah merasa putus harapan, akhirnya memilih untuk menghindari Fabio sepenuhnya. dia pindah ke asrama laki-laki dan mencoba menata hidupnya tanpa mau peduli dengan perasaannya. ada satu adegan ketika Lukas dan Fabio bertemu lagi untuk pertama kalinya, Lukas malah lari dan Fabio mengejarnya sampai dia terpojok di sebuah gang. disitu ada lagi eyes contact diantara mereka. Lukas yang masih jengah dan takut, merasa lebih baik karena ternyata Fabio tidak menjudge apapun. tampaknya Fabio juga sudah terlanjur jatuh cinta pada Lukas meski dia tahu siapa Lukas sebenarnya.

seterusnya, Fabio pun semakin menunjukkan kepeduliannya pada Lukas. dia mendatangi Lukas di asrama barunya. meski Lukas lagi-lagi sempat merasa canggung, tapi Fabio meyakinkan Lukas dengan perilakunya kalo cowok itu sama sekali tak terganggu dengan keadaan sebenarnya yang dimiliki Lukas.

everything's going nice. Fabio menerima apa adanya Lukas dan Lukas juga bisa lebih menerima dirinya sendiri. dia tak merasa ketakutan lagi untuk mencintai Fabio.



3. The Review

kayanya gue agak spoiler kan? hehe. tapi itu emang salah satu alasan kenapa gue suka banget sama pilem ini. this movie has a kind of happy ending. yay! ending seperti ini lumayan jarang ditemui buat pilem2 bertema gay. cerita yang gue tulis diatas mungkin gak seakurat cerita detilnya, tapi kurang lebih begitu (you have to watch it by yourself for a superb feel, hehe) gue suka banget sama karakter Lukas dan Fabio disini. mereka punya chemistry yang bisa bikin kalian deg2an. padahal mereka cuma banyak lempar senyum dan liat2an. sampe bikin kita gregetan. jadinya pas di ending kita disuguhin sama love-scene mereka, itu kerasa amazing banget! Lol.

gue paling suka juga sama adegan pas mereka ngobrol di kamar asramanya Lukas. itu setelah kejadian Lukas ketahuan cewek. Fabio ngajarin Lukas work out pake barbelnya, dan pas Lukas ngangkat barbel diatas kepala, dia sempet ga enak coz dadanya jadi kerasa ke ekspos, tapi Fabio malah ngasih senyuman dan nyuruh Lukas buat nerusin. itu nunjukin banget kalo Fabio sama sekali ga peduli dengan badan Lukas yang belum sepenuhnya cowok.

gue personally suka banget sama dua aktor pemeran Lukas dan Fabio. aktingnya bagus2. terutama buat Lukas yang harus berakting seolah-olah dia cewek yang jadi cowok. muka dia yang cakep manis gitu, bikin geregetan. terus kalo Fabio, meski tampangnya kaya cowok nakal tapi ternyata dia sweet banget. ada juga adegan yang pas nunjukin dia lagi dirumahnya, dan ternyata dia anak yang baik sama kedua orangtua nya. waktu itu Lukas yang melihat langsung, jadinya malah makin suka sama Fabio ^^

4. Warning & Recommend

pilem ini dilabel buat 18+, jadi buat yang masih dibawah 18, bagusnya jangan nonton. beberapa adegan emang banyak yg ga appropriate buat yang masih under-age. terus pilem ini tentu aja diperuntukkan buat orang-orang yang suka dengan pilem bertema gay. disini interaksi gay-nya lumayan - meski masih masuk kategori soft. jadi gue rekomendasi banget buat para pecinta pilem yaoi (dan tentunya yang udah biasa dengan yaoi barat) hehe. ceritanya sama sekali gak wasting, aktor2 dan aktingnya juga gak akan bikin kecewa. bahasa Jerman yang dipake sama sekali gak ngeganggu, malah kedengeran seksi ^^. silahkan di search aja buat nonton online, yang gue temuin waktu itu - ada sub englishnya kok.


well. sekian curcol nya. hehe. seneng banget bisa sharing kesan dan cerita tentang pilem favorit gue ini. hopefully you guys will like it too. thanks buat waktunya siapapun yang udah baca ini.

see ya at another journey! :) x

Selasa, 10 Juli 2012

CHINEN-KUN / HeySayJump Fanfic


Yabai.. aku mengeluh dalam hati. Dengan sekali putaran aku berbalik arah, pura-pura tak melihat gerombolan manusia di depan sana. Aku tak mau berurusan dengan mereka, terlalu setiap hari. Aku sering berdoa agar mereka cepat bosan mempermainkan aku, aku juga ingin merasakan suasana sekolah yang aman dan nyaman. Apalagi ini masih di tahun pertamaku, aku tak mau sudah menyerah sebelum benar-benar menjalani masa SMU yang indah. Sayangnya, keberuntungan jarang memihakku, mungkin aku satu-satunya mahluk di dunia yang tak tahu arti sebenarnya dari kebahagiaan. Aku dan segala kesialanku.

"Jangan pura-pura tak melihat kami, Chinen-kun" aku terhenyak saat sepasang tangan memeluk dan mengangkat tubuh mungilku, suaranya nyaris seperti bisikan di telingaku. Aku tak tahu darimana datangnya orang ini, mungkin aku terlalu sibuk dengan pikiranku untuk kabur sampai tak menyadari salah satu dari mereka mengikutiku. Sial.

"Sudah Yuya, kau menakutinya.. lepaskan dia" aku membuka mataku yang entah sejak kapan sudah terpejam. Ini dia, sang pemimpin dan gerombolan yang tadi aku hindari, sekarang mengerumuni aku.. lagi.

Takaki Yuya melepaskan tubuhku dengan berat hati.
"Badannya ringan dan mungil sekali, nyaman memeluknya. Bau nya juga enak" ujar Takaki, menjelaskan rasanya memelukku. Teman-temannya tertawa.

"Baka" komentar si pemimpinnya. Aku hanya diam, membiarkan mereka dengan apa yang ingin mereka lakukan. Aku tak bisa apa-apa, aku hanyalah kouhai yang tak punya daya. Sedangkan mereka adalah senpai-senpai ku, terutama Takaki dan bos nya itu, mereka seharusnya lulus tahun ini, tapi mereka sengaja ingin tinggal kelas. Aku tak mengerti, keidiotan macam apa itu yang bersemayam di otak mesum mereka.

"Ne Hikaru, sekarang kita mau main apa dengannya?" tanya Takaki pada bos nya tadi, Yaotome Hikaru, pemimpin gerombolan manusia tak berguna yang mengerikan ini. Melihat penampilannya, mungkin lebih meyakinkan Takaki sebagai preman sekolah, tapi sebenarnya Hikaru paling berbahaya. Hampir semua orang di sekolah ini takut padanya. Aku ingin sekali jadi orang pertama yang tak takut padanya, tapi itu hanya khayalan, karena aku memang takut padanya. Sudah beberapa kali aku terjebak permainannya, dan itu berhasil membuatku tak bisa tidur semalaman dan esoknya tak mau pergi ke sekolah. Tapi tidak mungkin, separah apapun yang aku alami disini, aku masih merasa lebih baik daripada harus seharian menghabiskan waktu dirumah.
Aku tak punya tempat yang nyaman untuk bernafas

"Bawa dia ke toilet" perintah Hikaru setelah tadi tampak terdiam beberapa detik, mencari ide untuk melancarkan aksi mereka padaku.

"Eh? Kita mau main basah-basahan lagi?" sahut Takaki yang langsung disambut seruan girang teman-temannya yang lain. Aku melihat Hikaru sekilas, dia tertawa pada anak buahnya itu. Tawa pervert pun terdengar dari Takaki dan yang lain. Tidak lagi.. keluhku yang hanya bisa pasrah memejamkan mataku, tak berdaya saat mereka membawaku ke toilet.

Mereka mendorongku berdiri di hadapan cermin wastafel. Aku melihat lagi anak laki-laki berusia 16 tahun yang malang itu. Bayanganku sendiri. Lagi-lagi berada disini untuk menanti penderitaan.

"Mengagumi diri sendiri? aku juga suka, apalagi kalau menyentuhnya seperti ini..." Tiba-tiba suara menyebalkan Takaki menghampiri telingaku lagi, dia sudah berdiri di belakangku, ikut melihat bayanganku di cermin dan tangan liarnya bergerak menyentuh pipiku, jarinya berusaha sekali mengenai bibirku.

"Oi Yuya, kau selalu mau mendominasinya!" protes salah seorang temannya, diikuti yang lain. Takaki menggerutu sambil melepaskanku, belum sempat aku sedikit bernafas lega, dua orang senpai lain memegang kedua tanganku membuatku tak bisa berontak saat Hikaru menyiramkan air dari selang yang dia pegang, tepat ke kepalaku. Mereka berteriak kegirangan, aku hanya bisa memejamkan mataku, mengibas-ngibaskan rambutku yang basah kuyup.

"Buka bajunya! buka bajunya!" mereka berisik lagi. Sebuah hentakan di rambutku, membuat aku membuka mata, ada wajah Hikaru disana, menatapku sambil menyeringai. Dia menjilat bibirnya ketika aku rasa matanya menyapu leherku.

"Buka pakaianmu" katanya agak berbisik tepat di depan mukaku. Entah kekuatan darimana, tapi aku menggelengkan kepalaku. "Jangan buat kami memaksamu" aku terus menggelengkan kepalaku. Saat itulah aku merasakan tamparan di pipiku, keras, karena kemudian aku bisa merasakan ada sesuatu yang asin di ujung bibirku, pasti darah.

"Ah Hikaru.. kau melukai wajah manisnya lagi" Takaki memprotesnya.

"Dia tak mau menurutiku"

"Kita kan bisa bantu membukakan bajunya"

"Aku mau dia melakukannya sendiri"

Seperti biasa mereka berdebat, mendebat hal yang tak perlu.
Aku menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri dan mencoba kabur, hanya tentu saja sia-sia mereka cepat menangkapku lagi dan menghujaniku dengan pukulan, hingga aku tersungkur. Aku terbaring basah kuyup di lantai yang licin dengan sekujur tubuh yang kesakitan, mereka pun pergi.
- - - - -

Badanku sakit, sudah lama aku tak bisa tidur nyenyak. Tadi aku beruntung lagi dibantu seseorang yang menemukanku di toilet itu, setelah entah berapa jam aku berbaring disana. Kadang aku berpikir, untuk apa aku selamat kalau nantinya hanya kembali berakhir seperti ini.

Pelan, aku memiringkan badanku, menghadap meja belajar di samping ranjangku. Baru aku akan mencoba memejamkan mataku, sebuah ketukan terdengar di pintuku. Aku melirik jam weker di meja, pukul 2 pagi. Tidak. Aku pura-pura tak mau mendengar, selimutku aku naikkan hingga menutupi kepalaku. Ketukan itu masih bersahutan di pintu kamarku. Aku mulai menutupi wajahku dengan bantal.

KLIK.

Sudah aku duga dia pasti bisa membukanya, meski aku tak mau membukakannya.
"Yuuri" suaranya hanya membuatku semakin menutup wajahku kuat-kuat. "Yuuri.." dia berbisik di samping wajahku setelah kurasa tubuhnya memenuhi ruang kosong di ranjangku. Aku merasakan tangannya menyelusup ke dalam selimut, menemukan kancing piyamaku. Tidak.. tidak.

"Aku lelah Naomi-san" gumamku masih dengan bantal yang menutupi wajahku.

"Sou ka, apa kau luka-luka lagi?" dia berusaha menyingkirkan bantal dari wajahku. Aku terpaksa menyerah dan melihat pada ibu tiriku itu. Dia adalah wanita cantik berusia 30 tahunan yang menikah dengan ayahku beberapa bulan yang lalu setelah dengan tiba-tiba ibu meninggalkan ayah. Naomi-san sebenarnya lembut dan baik hati, tapi sikapnya belakangan ini terasa berlebihan, membuatku takut. Sudah beberapa malam dia kerap mendatangi kamarku, tidur di sampingku, kadang memeluk dan menyentuh tubuhku. Dia juga sering memintaku menyentuhnya. Aku tahu ini gila. Meski aku masih sangat muda, aku tahu tindakan Naomi-san sangat salah. Dia melakukan hal yang tak pantas padaku, anak tirinya sendiri.

"Ah memar.. kenapa kau suka sekali berkelahi, Yuuri?" katanya dan menyentuh wajahku dengan hati-hati. Mestinya aku merasa nyaman dengan sentuhan penuh kasih sayang seperti itu tapi sejak ibu ku tak peduli padaku, sejak wanita mengerikan ini memasuki hidupku, aku tak lagi mengerti dengan sentuhan wanita. Takut, tak nyaman, muak.. hanya itu yang aku rasa.

Aku menjauhkan wajahku dari tangannya, reflek.
"Aku tidak berkelahi" ujarku datar.

"Lalu kenapa kau sering sekali luka seperti ini?"

"Aku dipukuli" jawabku terus terang. Aku sudah mengatakannya berkali-kali, tapi aku tak tahu kenapa dia tak juga paham.

"Kau harus lebih berhati-hati, ne?" katanya setelah beberapa detik hanya terpana memandangku

Mungkin dia iba melihatku yang hanya menjadi bulan-bulanan di sekolah. Tapi dia juga tak berguna, dia tak pernah peduli bagaimana kondisiku. Dia terus menggangguku.

"Aku akan membuatmu lebih baik" dia berbisik lagi di telingaku. Dalam hatiku aku menolak mentah-mentah, dia tak pernah membuatku merasa lebih baik. Dia malah membuatku semakin anti. Benci.

"Badanku sakit semua, Naomi-san" aku mencoba membuatnya mengerti.

"Aku tahu, biar aku melihatnya.." dia menyingkirkan selimutku dan dengan senang hati membuka kancing piyamaku satu persatu, aku ingin sekali menghentikannya, ini pasti berujung pada hal yang sama. Aku tak mau lagi, aku sudah bosan, aku lelah.. aku benci.. aku muak.

Persetan dengan perempuan!!
***

"Ini kamarmu.." Fujiwara-sensei memberikan sebuah kunci padaku saat kami berada di depan pintu ruangan yang akan jadi kamarku untuk 3 tahun ke depan. Akhirnya aku memilih keluar dari rumah ayahku dan tinggal di asrama yang disediakan sekolah. Aku mengatakan itu keesokan harinya pada Otousan setelah semalamnya aku mencapai batasku untuk tahan dengan kelakuan Naomi-san. Otousan yang tampak keberatan, akhirnya merelakanku sedangkan Naomi-san memandangku tak percaya. Dia jelas tahu persis alasanku yang mendadak ingin tinggal di asrama. Aku tak peduli.

"Arigato" aku membungkukkan badanku pada Fujiwara-sensei yang kemudian membiarkanku sendiri menatap tulisan di depan pintu itu.

YAMADA RYOUSUKE.

Rupanya kamar ini sudah ditempati oleh teman sekelasku, mungkin itu sebabnya kenapa Fujiwara-sensei menempatkanku disini. Menjadi roomate Yamada. Padahal aku dan dia belum pernah mengobrol sedikitpun, dia tipe murid yang banyak tingkah, angkuh dan terkenal. Seingatku, dia sudah menjadi murid favorit gadis-gadis di sekolah ini dari awal masuk. Banyak senpai perempuan yang berusaha dekat dengannya, tak dielakkan lagi dia menjadi seorang playboy. Dan itu tak akan pernah sejalan denganku.

"Ah, kau.." suara seseorang membuyarkan pikiranku. Aku menoleh, Yamada yang tadi aku bicarakan ada disana.

"Doumo" aku menganggukkan kepalaku.

"Jadi kau teman sekamarku" katanya tanpa membalas sapaanku langsung membuka pintu kamarnya. Aku mengikutinya masuk, dan aku melihat pemandangan kamar yang sama sekali bukan gayaku. Ini berantakan.

"Disana ranjangmu" Yamada menunjuk ranjang di seberang miliknya. Ranjang yang dia maksud memang masih rapi tampak tak pernah disentuh. Berbeda dengan ranjangnya yang sudah tak berbentuk, tak pernah dibereskan

"Ohya, siapa namamu? sepertinya aku suka melihatmu di kelas" tanyanya, saat aku menyimpan koperku di atas ranjang dan bermaksud mengeluarkan barang-barang milikku.
Seperti yang aku duga, dia pasti tak tahu namaku, padahal kami sudah hampir setahun berada di kelas yang sama dan aku juga bukan murid yang sangat payah. Aku cukup dikenal para sensei karena prestasiku, setidaknya hal itu membuatku merasa berguna karena hidupku tak pernah lepas dari intimidasi yang sempat membuatku berkali-kali berpikir untuk menyudahi hidup.

"Yuuri Chinen" jawabku. Aku tak menyangka ternyata Yamada peduli juga untuk tahu namaku, aku pikir dia bahkan tak sudi untuk menyapaku. Rupanya dugaanku salah.

"Oh, Chinen-kun.." katanya. "Kau sudah tahu namaku?"

Aku mengangguk pelan, dia tersenyum tipis.

"Kau boleh merubah kamar ini sesukamu, tapi jangan sekali-sekali menyentuh barang milikku" tambahnya, sambil melepas pakaiannya begitu saja. Dia punya badan yang bagus untuk ukuran anak seumurannya. Apalagi aku masih perlu makan banyak vitamin dan berolahraga agar badanku bisa bagus seperti yang diinginkan orang-orang. Tapi Yamada mungkin hanya perlu sedikit latihan lagi.. "Jangan mengamatiku begitu, kau membuatku takut" perkataan Yamada menghenyakkanku. Baka Yuuri! Aku baru saja mengeceknya. Cepat-cepat aku memalingkan wajahku yang pasti sudah memerah.

"Gomen" gumamku, entah dia mendengarnya atau tidak. Aku mulai sibuk mengeluarkan pakaianku dari koper.

"Tapi aku sudah biasa dikagumi. Banyak laki-laki yang menatapku 2x lipat lebih pervert dari tatapanmu" ujarnya, dan tertawa kecil sambil melirikku sekilas. Aku tak berani melihat balik padanya. Sial, jadi tatapanku tadi.. pervert?!

"Jaa oyasumi" lanjutnya sambil berbaring di ranjangnya yang kacau menutupi badannya dengan selimut.

Oyasumi? aku melihat pada jam di tanganku, ini pukul 3 sore dan dia sudah mengantuk? ck, gaya hidupnya benar-benar berbeda denganku. Dia nyaris tidak normal.
***

Dugaanku kali ini tidak salah, dia memang punya siklus hidup yang aneh. Sekarang lewat tengah malam dan aku mendengar bunyi-bunyi yang cukup mengganggu. Aku kelelahan dari sore tadi membereskan kamar ini, jadi setelah makan malam aku tertidur begitu saja.

Perlahan aku membuka mataku, ada bayangan di kamar yang gelap ini. Dua orang? Aku mengulurkan tanganku, menggapai lampu sentuh di meja diantara ranjang kami. Bayangan temaram itu jadi jelas. Yamada dan seorang perempuan, mereka kaget melihat ke arahku.

"Sshh.."

Aku terpana saja melihat mereka. Nekat sekali Yamada membawa perempuan masuk kemari. Mungkin selama dia tinggal sendiri disini, dia sering melakukannya tapi untukku yang masih baru, ini sangat mengejutkan.

"Kau punya roomate sekarang?" bisik perempuan itu yang jelas terdengar olehku.

"Makanya aku bilang tak bisa disini" Yamada balas berbisik.

"Aku tahu. Kita pergi" dia menarik tangan Yamada.

"Gome, Chinen-kun.. lanjutkan saja tidurmu" bisik Yamada pula padaku sambil tersenyum dan berjalan keluar ditarik perempuan tak jelas itu. Aku diam menatap langit-langit kamar, memikirkan banyak hal. Ini setidaknya lebih baik daripada aku harus terjaga dirumah karena selain badanku yang kesakitan, juga perasaan was-was takut di datangi Naomi-san yang tak berhenti mengganggu. Apa yang dilakukan Yamada dengan perempuan itu? Apa bagusnya perempuan? Hanya bisa membuat muak..

BRUK!

Aku terkejut mendengar pintu yang agak di banting. Yamada masuk dengan nafas terengah.

"Dou-doushita no?" aku tak bisa tahan untuk tak bertanya, tampak ada sesuatu yang buruk yang telah terjadi. Kenapa Yamada kembali secepat itu.

"Aku.. me-ninggalkan..nya" jawab Yamada masih terengah tapi bibirnya terus tersenyum.

"Eh?"

"Mika.. aku meninggalkan dia di koridor"

"Perempuan tadi?" aku coba meyakinkan. Yamada menganggukkan kepalanya.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Aku lelah" jawabnya tenang, sambil melepas kemejanya yang sudah agak koyak. Dia melompat ke ranjangnya, bersiap untuk tidur.

"Ti-tidak apa meninggalkannya begitu saja?" tanyaku yang bisa membayangkan bagaimana kecewanya perempuan itu. Aku memang benci perempuan, tapi aku tak pernah bisa melawan, aku tak tega untuk menyakiti mereka dengan tanganku sendiri. Itu sebabnya aku memilih lari dari Naomi-san, bukan menolak atau melawan untuk mengakhiri semuanya.

"Daijobu, daijobu.. tidak usah dipikirkan" katanya yang dengan santai menutup badannya dengan selimut.

Aku jadi tersenyum sendiri, kasihan perempuan itu..
Ada sedikit perasaan puas dalam diriku. Sepertinya enak sekali bisa memperlakukan perempuan dengan semena-mena. Yamada bisa dengan tenangnya melakukan itu karena dia seorang playboy.

Aku kembali berbaring dan memandang langit-langit kamar dengan pikiran yang lain. Bagus sekali aku bertemu dengan Yamada disini, mungkin aku bisa tertular sepertinya.
***

"Doumo.."

"Dou-doumo" aku menganggukkan kepalaku, dalam hati terkejut tiba-tiba ada seorang perempuan menyapaku setelah aku membuka pintu kamar..

Pikiranku langsung pada Yamada, perempuan ini pasti temannya.
"Kau.. terluka?" tanyanya lagi sambil ragu-ragu mengamatiku. Aku tersadar, badan dan wajahku memang luka-luka seperti biasa. Tadi Takaki dan teman-temannya menangkapku, aku masih merasa beruntung karena tak ada Hikaru. Setidaknya tadi aku bisa melarikan diri lebih cepat, jadi luka ku tak separah biasanya.

"Ah iya, ini.." aku tak mau menjelaskannya, aku menuju lemari, mencari kain yang bisa aku pakai mengompres luka ku. Dia hanya memperhatikan ketika aku duduk di ranjangku dengan sebuah kain dan semangkuk air hangat. Aku biasa melakukan ini sendiri dari dulu.

"Biar aku membantumu" perempuan itu tiba-tiba menghampiri dan duduk di sampingku, tanpa menunggu persetujuanku dulu, dia langsung mengambil kain yang aku pegang, membasahinya dan mulai mengusapkan kain itu ke luka di pelipisku. Aku terpana, membiarkannya. Ada rasa lain dari perasaan-perasaan yang biasa menyergapku kalau aku di dekati perempuan. Ketidaknyamananku tak separah biasanya. Perempuan ini tampak berbeda dengan perempuan yang kemarin-kemarin Yamada bawa. Wajah kami cukup berdekatan, jadi aku bisa mengamatinya.. wajahnya manis dengan poni yang jatuh menutupi keningnya.

"Namaku Eri.. Ogawa Eri. Namamu?" katanya tak ambil pusing dengan tingkahku yang malah asik mengamati setiap jengkal dari wajahnya.

"E..tto.. Yuu-Yuuri Chinen" jawabku agak terbata-bata. Aku merasa dia memergoki ku.

"Hm, Chinen-kun" gumamnya sambil terus menekankan kain itu ke luka ku dengan hati-hati.

"Kau.. teman Yamada?"

Dia menghentikan gerakannya sesaat begitu mendengar pertanyaanku.
"Sebenarnya tidak.."

"Eh??"

"Aku mengantar temanku untuk bertemu dengan Yamada-kun"

"Ah.. lalu dimana mereka?" aku tak melihat orang lain lagi disini, selain aku dan Eri.

"Mereka pergi dan memintaku menunggu disini" jelasnya, membuatku mengerti. Yamada dan entah perempuan yang seperti apa lagi- itu pasti pergi berkencan.

"Sou ka" komentarku, dan agak meringis ketika tangannya lebih menekan lukaku.

"Ah sakit? gomen" dia langsung meminta maaf, aku menggelengkan kepalaku. Saat itulah mata kami benar-benar bertemu untuk pertama kali, dalam jarak sedekat ini tentu saja.

"Aku.. belum pernah melihatmu.. sebelumnya" kataku setelah beberapa detik kita terus saling menatap. Sentuhan tangannya di wajahku agak melambat, aku bisa merasakan dia terhipnotis dengan tatapanku, sedangkan aku terlalu hanyut menyapu lagi setiap jengkal wajahnya dengan mataku..

Pertama kalinya aku tidak merasa buruk di dekat perempuan. Tidak seperti saat aku bersama Naomi-san dan perempuan lainnya.. Ada sesuatu yang membuatku tidak anti berada di dekat Ogawa Eri, entah apa.

"Aku senpaimu, jadi mungkin kita tak pernah bertemu" katanya.

"Eh?" ujarku tak menyangka. Aku tak terlalu kaget, seperti yang aku tahu, Yamada biasa berhubungan dengan para senpai.

Eri tersenyum sambil mengangguk, dia kembali fokus pada luka-luka di wajahku. "Chinen-kun tidak suka perempuan yang lebih tua?" tanyanya tiba-tiba masih sambil merawat lukaku. Sekali lagi aku dibuat terhenyak, pertanyaannya itu.. tidakkah menjurus?? Aku sebenarnya tidak suka semua jenis perempuan, apalagi yang seperti Naomi-san. Tapi jika yang dia maksud adalah dirinya sendiri--

"Anou, gomen ne.. aku hanya asal bertanya, tidak usah dipikirkan" kata Eri lagi, karena aku tak juga menjawabnya. Dia jadi salah tingkah begitupun aku, tak tahu harus mengatakan apa. Kulihat Eri mengambil kain itu dan menyimpannya di mangkuk. "Chinen-kun harus beristirahat.." dia bersiap-siap beranjak, aku cepat menahannya.

"Anou-" Eri kembali melihat padaku yang dengan segera melepas seragamku, membiarkannya melihat dadaku. Dia tampak terkejut tapi menutupinya. "Masih ada luka yang lain" kataku sambil menunjukkan lengan belakangku yang aku rasa sakit dari tadi. Dia mendekati dan mengamati luka ku, tangannya menyentuh kulitku halus, ada sedikit debaran menghampiri dadaku. Bukan debaran yang menakutkan seperti saat Naomi-san menyentuhku, yang ini.. hangat.

"Oh tuhan.. Yaotome-senpai dan teman-temannya sangat keterlaluan" gumamnya, membuat aku mengerutkan keningku. Dia tahu??

"Ogawa-san..?" kataku, dan menahan nafasku sesaat waktu kurasa Eri menghembuskan nafasnya ke luka ku, meniupnya lembut. Aku nyaris mengeluarkan suara aneh dari mulutku, agak erotis. Tapi aku cepat menahannya, menggigit bibirku. "O-Ogawa san.."

"Eri. Panggil saja aku Eri" katanya dan mulai mengusap luka ku dengan kain hangat tadi.

"Ha-hai Eri-san.." aku menghela nafas lega diam-diam. Rasanya ada kenyamanan menjalar ke tubuhku. "Bagaimana kau bisa tahu??" tanyaku lagi.

"Apa?"

"Soal Yaotome-senpai.." dia mendadak menghentikan gerakan tangannya di punggungku, aku menoleh, wajahnya terlihat shock. Tampaknya tadi dia memang salah bicara. "Kau tahu Yaotome-senpai sering--"

"Gomen! Aku suka memperhatikan Chinen-kun dari sejak pertama melihatmu di sekolah" potongnya.

"Sou ka.."

"Gomen, aku tak bisa membantumu"
- - - - -

Tengah malam aku terbangun mendengar pintu kamar yang dibuka. Sebenarnya aku belum tertidur, aku tak bisa tidur melihat ranjang Yamada masih kosong, aku bukan mengkhawatirkannya, hanya ada sesuatu yang ingin kutanyakan.

"Yamada" aku bangun dan menyalakan lampu duduk di meja.

"Chinen-kun? kau belum tidur?" Yamada menyalakan lampu kamar, aku mematikan lagi lampu duduknya. "Ada apa?" dia duduk di ranjangnya, membuka kaos yang dia pakai begitu saja seperti biasa.

"Anou.. tadi--"

"Ah, kau sudah bertemu Eri-chan?" Yamada malah memotongku. Sesuai dengan yang ingin aku tanyakan.

"Y-yea.. sudah"

"Dia manis, bukan? Apa saja yang tadi kalian lakukan?" cetusnya lagi, memandangku dengan senyuman menggodanya.

"Tidak ada" jawabku apa adanya. Memang tak ada yang kami lakukan selain tadi dia membantu merawat lukaku, yah meski ada sedikit debaran-debaran, tapi jelas itu bukan apa-apa.

"Ha? Majide?!" Yamada memandangku tak percaya, "Kalian tidak melakukan apapun? Ck, payah.." dia mengeluh pelan dan tertawa kecil, mengejekku. Aku tak terpengaruh.

"Aku tak sepertimu" gumamku. Dia menatapku, lalu beranjak pindah ke ranjangku, membuatku bergeser dengan terpaksa. Yamada melingkarkan tangannya di pundakku dengan akrab, bau laki-laki menyeruak dari tubuhnya. Keren, dia benar-benar seumurku kan? Tapi dia sudah punya bau khas pria dewasa, aku jadi tahu kenapa perempuan tak pernah keberatan dekat-dekat dengannya.

"Kau tak bisa menipuku dengan wajah manismu ini" katanya, tangannya yang lain mencolek daguku tanpa beban. Aku agak bereaksi dengan gerakannya yang tak diduga itu.

"Apa maksudmu?" aku mengerutkan keningku.

"Kau tahu maksudku. Kau tak sepolos itu.. banyak yang kau tahu, tapi kau tak mau mengingatnya"

Apa-apaan Yamada ini? Mind-reader? kataku dalam hati. Dia bisa menebak kalau sebenarnya aku tak sepolos ini.. pengalamanku dengan Naomi-san.. Setidaknya aku memang tahu bagaimana rasanya disentuh dan menyentuh wanita. Tapi aku sungguh tak bangga dengan itu, semuanya hanya mimpi buruk bagiku.

"Itu, tidak-" aku mencoba melepaskan tangannya dari pundakku. Tapi Yamada malah semakin kuat mendekapku, hingga bahuku menyentuh dada bidangnya yang telanjang itu dan wajahnya semakin dekat dengan wajahku.

"Aku tahu, aku tahu.." dia nyaris berbisik di telingaku. "Kita memang masih sangat muda, tapi tak bisa disalahkan kalau lingkungan yang membuat kita jadi agak berbeda"
Aku setuju dengan kata-katanya. Perlahan aku meliriknya, mungkin kami bisa cocok.
- - - - -

Sebuah tendangan keras di badanku, mengakhiri penderitaanku untuk hari ini. Aku seperti menggulung tubuhku, menahan sakit. Tapi sebelum aku menyesuaikan diri dengan kesakitanku, sebuah tangan menyentakkan rambutku, membuat wajahku menghadap orang yang melakukannya.. Hikaru.. dia menyeringai ketika mata kami bertemu. Aku ingin sekali saja bisa membuat wajah itu berhenti menyeringai padaku.. tapi aku terlalu lemah untuk melakukan apapun.

"Ck ck.." Hikaru berdecak. "Kau masih berani menatapku seperti itu. Masih ingin main dengan kami?"

Aku memejamkan mataku, bukan karena kata-katanya, tapi menahan sakit yang mendadak menjalari tubuhku. Suara tawa memenuhi ruangan yang tak aku ingat itu. Entah ruangan kelas apa.

"Kita pergi saja!" perintah Hikaru yang akhirnya meninggalkanku seperti biasa terbaring tak berdaya. Suara derap langkah kaki mereka kudengar makin menjauh, dan suara pintu yang ditutup. Aku mau tidur saja, aku menduga tak akan ada yang menolongku kali ini, tempat ini tampak terpencil. Akhirnya.. mungkin aku akan sekarat dan mati disini. Disaat begini, aku selalu merasa lelah.. bosan.. muak. Ingin semuanya di sudahi, tak perlu lagi hari-hari selanjutnya.

"..nen-kun?" samar-samar kudengar suara. "Chinen-kun.." benar-benar memanggil namaku. Aku membuka mataku lemah, ada orang yang menolongku? Masaka?! aku antara senang dan tidak. "Chinen-kun? daijobu ka?"

Aku mulai melihatnya dengan jelas, itu.. Eri-san.
"E-Eri san??" sahutku agak susah payah.

"Hai, ini aku. Ya tuhan..." dia tampak cemas melihatku. Suaranya jadi seperti menahan tangis.

"Ii yo.. ii yo.. aku tidak apa-apa" dengan cepat aku berusaha menenangkannya, aku tersenyum meyakinkan.
+ + +

Tak lama setelah Eri-san membawaku pergi dari sana dan merawat luka ku, aku telah lebih baik dengan plester yang menempel di beberapa tempat di wajah dan badanku. Tanpa aku yang mendadak membuka pakaianku, kali ini Eri terang-terangan langsung membantu membukakan seragamku. Dia terlihat sangat khawatir, aku jadi percaya perkataan Yamada beberapa malam yang lalu, kalau Eri menyukaiku. Yappari na..

"Arigato Eri-san" kataku. Dia tersenyum saja. "Kalau tidak ada Eri-san mungkin aku sudah--" aku tak bisa menyelesaikan kalimatku, karena sebuah jari tiba-tiba mendarat di bibirku, lembut, memintaku tak melanjutkannya.

"Sshh.. jangan mengatakan hal yang buruk" katanya agak berbisik. Debaran yang seperti waktu itu datang lagi. Kami saling memandang, "Aku menyukaimu" ungkapnya.

Aku terus menatapnya, dia mengatakannya!

"Gomen" kata Eri lagi, karena aku seperti tak meresponnya. Jarinya lepas dari bibirku, tapi tanganku cepat memegang tangannya, dia tampak terkejut.

"Kau.. serius?" tanyaku. Eri mengangguk dengan segera. Aku tersenyum dan makin menggenggam tangannya. Belum aku akan berkata lagi, Eri malah menarikku, memelukku. Aku bisa mencium wangi shampo dari rambut indahnya.

"Aku sangat menyukaimu sejak pertama kali melihatmu.. aku jatuh cinta pada senyumanmu.. aku tak tahan melihatmu tersenyum seperti itu padaku" dia berkata panjang lebar dan terdengar bahagia. Aku jadi tak bisa berkomentar apapun. Perlahan tanganku menyentuh rambutnya, memeluknya balik.

"Eri-san.." gumamku.

"Hai, Yuuri-san.." sahutnya. Dia tampak sudah mengambil kesimpulan, aku menerima perasaannya. Baiklah, aku mau mencoba memiliki dan dimiliki seseorang. Selama aku bisa tahan dengan Eri, karena dia lebih baik dibanding perempuan lain.
+ + +

"Jadi kalian bersama sekarang?" tanya Yamada setelah besoknya kami di kantin bersama. Yamada masih dengan teman Eri, aku rasa ini rekor untuknya menjalin hubungan terlama dengan seorang perempuan.

"Sou desu ne. Arigato Yamada-kun" Eri langsung menjawab dengan semangat, dia menggenggam tanganku erat. Aku tahu dia sangat menyukaiku. Aku mau coba lebih menyukainya juga, dia gadis yang baik.

Yamada tertawa.
"Ah yokatta na~" katanya, kami tertawa bersama, dan sekilas kulihat Yamada mengedipkan sebelah matanya padaku, menggodaku. Aku mengerti maksudnya, jadi aku membalasnya dengan menjulurkan lidahku padanya. Dia malah makin tertawa. Suasana ini jarang aku rasakan, aku yang benar-benar tertawa, bukan karena terpaksa. Dalam hati aku jadi bersyukur karena dipertemukan dengan mereka ini, aku bisa menjadi diriku sendiri, aku bisa mengungkapkan pikiran sesuai yang aku inginkan.

"Ch-Chinen Yuuri-kun?" waktu menyenangkan ini tiba-tiba diinterupsi, seseorang yang aku tahu satu tingkat denganku tapi berbeda kelas, menghampiri meja kami.

"Hai?" sahutku, melihat padanya.

"Bisa ikut denganku sebentar?" katanya, dia tampak berusaha ramah padaku, meski tersirat ketakutan yang aku tak tahu kenapa.

"Nani ka?" Eri menyela.

"Ah hanya ada perlu sebentar dengan Chinen-kun"

Aku mengerutkan keningku, ada yang ganjil karena aku tak begitu kenal anak ini, tapi tak urung juga aku beranjak dan memberinya senyuman. Mungkin memang ada yang perlu aku bantu untuknya.

"Baiklah, aku pergi dulu"
Mereka mengiyakan meski bingung sepertiku

Orang itu membawaku keluar dari kantin, aku ingin sekali bertanya, tapi dia berjalan agak terburu-buru membuatku jadi terus mengikutinya. Meski ada keragu-raguan, tapi aku penasaran juga. Kami sampai di luar sekolah, menghampiri sebuah mobil yang terparkir disana. Aku belum pernah melihat mobil itu sebelumnya.

"Anou-"

"Chinen-kun~" sebuah suara yang mulai aku hapal, tiba-tiba ada di dekatku. Orang yang membawaku kemari kemudian pergi begitu saja, tak berani melihat padaku sedikitpun. Aku pun tersadar, keragu-raguanku terbaca sudah, rupanya aku dijebak. Aku menoleh, melihat Takaki dan teman-temannya. "Saatnya main Chinen-kun~"
Aku rasanya ingin pergi dari sana, tapi seperti yang sudah-sudah, kaki ku terasa beku. Aku hanya bisa pasrah saat mereka membawaku masuk ke dalam mobil. Langsung menjebakku di dua sisi, dan di salah satunya adalah.. Hikaru. Dia tersenyum kecut.

"Hisashiburi Chinen-kun" sapanya. Hisashiburi kepalamu.. kita baru bertemu kemarin, dan sebenarnya aku ingin itu yang terakhir, umpatku dalam hati. Sayangnya aku tak pernah bisa begitu bicara dengan mereka.

"Dia sudah bosan melihat kita, Hikaru" sahut Takaki dari kursi depan, yang lainnya tertawa. Begitupun orang disampingku ini, pertama kalinya aku melihat dia tertawa dengan jelas. Sebenarnya wajahnya tak semengerikan itu.

"Kita mau kemana?" tanpa sadar aku bertanya pada Hikaru, pertama kalinya aku mengajaknya mengobrol.

"Ke tempat yang pasti kau suka" jawabnya.

"Hah?"

"Jangan banyak bertanya" Hikaru mendorong keningku, tak terlalu keras, tapi aku agak kehilangan keseimbangan. Yang lain tertawa lagi. "Kau lucu sekali" katanya pula. Sumpah, aku tak sudi melucu di depan mereka.

Aku diam saja hingga mobilpun meninggalkan sekolah, entah kemana.
Aku teringat Yamada dan Eri disana, mereka pasti heran kenapa aku tak juga kembali.

"Coba ini" Tiba-tiba Hikaru memberiku sekaleng minuman yang tadi diminumnya.

"Apa itu?" tanyaku. Minuman asing yang tak pernah kulihat sebelumnya.

"Minum saja!" dia memaksakannya ke mulutku, yang lain hanya memperhatikan. Rasanya aneh, aku pikir pasti alkohol, apalagi!?

"I-ini.. tidak enak"

"Nanti juga kau akan terbiasa, cepat!" Hikaru memegang daguku, memaksakan agar cairan itu masuk ke tenggorokanku.

"Hikka, jangan terlalu kasar" Takaki mengingatkan.

"Aku tak peduli"

"Biar aku meminumkannya dari mulutku" kata Takaki lagi dengan wajah mesumnya yang kegirangan. Seisi mobil berisik lagi.

"Dame da!" cetus Hikaru. "Kita lakukan yang lebih luar biasa"

Mereka menghempaskan tubuhku ke tanah di sebuah gang entah dimana. Kepalaku pusing, efek alkohol yang tadi terminum dan masuk ke tenggorokanku dengan paksa. Rasanya pahit, dan jelas membuatku sempoyongan. Aku nyaris tak bisa bergerak setelah terjerembab disana. Hikaru meminumkan setengah dari kalengnya tadi, pertama kalinya aku merasakan alkohol dan ini tidak enak.

"Dia pingsan?" suara Takaki terdengar samar. Mataku sedikit terbuka dan bisa melihat bayangan beberapa orang manusia yang mengelilingiku. Sebuah tendangan pelan di samping tubuhku, membuat aku menggeliat, tampaknya tadi Hikaru yang menendangku.

"Dia sadar" katanya. "Tapi kita siram saja.."

"Hikaru~" Takaki seperti memelas agar teman sekaligus bos nya itu tidak terlalu kejam padaku, tapi aku tak merasa itu bisa membantu. Mereka sama saja.

"Ada apa denganmu Yuya? Jangan bilang kau suka padanya!"

"Kenapa tidak? dia manis.."

Aku yang tak sepenuhnya sadar ini bisa mendengar perdebatan bodoh mereka.

"Kau menjijikan" ujar Hikaru. Kudengar Takaki hanya tertawa.

"Aku akan memberinya nafas buatan" katanya, mesum lagi. Yang lain jadi tertawa-tawa.

"Urusai omaera" terdengar suara Hikaru yang tak suka dengan tawa anak buahnya. Aku memejamkan mataku, muak mendengar tawa mereka. Belum lagi kurasa seperti ada yang mengaduk-aduk perutku.

"Oi-" Hikaru menarik kerah seragamku agar bangun, tapi mual di perutku malah terasa disentak, aku langsung memuntahkan isi perutku, mengenai tangan dan sebagian celana Hikaru. Semuanya berseru gaduh. Kudengar Hikaru mengumpat kasar, aku tak peduli, rasanya aku agak enak setelah muntah.

"YARO!" teriaknya sambil menendangku. Aku mengerang, tapi sebenarnya tak begitu sakit. Mungkin tubuhku sudah mengebal. Aku mengusap tetes muntahan di dekat mulutku dengan lengan seragamku. Aku lihat sekilas mereka memandangku jijik, terutama Hikaru yang tampaknya kesal sekali. Dia berjongkok di sampingku menarik kerahku sekali lagi, dan tanpa buang waktu cepat melancarkan tamparan di pipiku. Aku meludah dan beberapa tetes darah ikut terbuang. Kuso! Kalau saja aku lebih kuat, aku ingin sekali membantai mereka satu-persatu sekarang.

"Kau harus membayar ini!" bentak Hikaru, sekali lagi dia bersiap untuk menamparku, tapi..

"Hikaru, yamero!" bukan suara Takaki, bukan suara dari salah satu teman-temannya. Hikaru tak jadi menampar. Dia berdiri dan menghadapi orang itu yang belum jelas kulihat wajahnya. Aku hanya tahu dia berbadan tinggi dan mungkin tampan.. Pahlawanku itu..
- - - - -

Hangat.

Aku merasakan kenyamanan di sekelilingku. Tubuhku bergerak sedikit, ini empuk. Tak lagi menyakiti tubuhku yang mungkin memar-memar. Perlahan, aku membuka mataku dan mengerjap-ngerjapkannya ketika ada setitik cahaya yang menghampiri. Mataku mulai mengamati sekitar, aku tidak kenal tempat ini. Seperti sebuah kamar yang belum pernah aku datangi. Terakhir aku ingat berada di gang yang kotor dengan seragamku yang berantakan, tubuhku yang kesakitan.. Takaki dan temannya yang tertawa-tawa.. Hikaru yang menamparku.. Seseorang yang menolongku.. Pahlawanku.. Ah, aku tak ingat apapun lagi setelah itu. Bagaimana aku bisa berada disini.. aku tak tahu.

"Kau sudah bangun?" aku yang sibuk berpikir, agak terhenyak mendengar suara seseorang di dekatku. Aku menoleh dan melihat wajah yang asing bagiku. Tapi melihat sosoknya, mungkinkah dia pahlawanku??

"Daijobu ka?" dia bertanya lagi, dan duduk di sampingku. Aku mencoba untuk bangun, dia membantuku.

"Aku.. dimana?" tanyaku akhirnya setelah yakin kalau laki-laki tampan ini bukan orang jahat.

"Di tempatku" dia tersenyum ramah. Tapi aku melihat senyumannya agak seperti Yamada.. khas playboy.

"Sou ka. Kau.. siapa?"

"Aku yang tadi menolongmu, tampaknya gurauan Hikaru terlalu berlebihan" jelasnya. Gurauan? dia pikir perlakuan Hikaru padaku adalah gurauan!? ck!

"Aku yakin sebenarnya dia tak bermaksud-"

"Kenapa kita harus membawanya kemari?" sebuah suara menginterupsi obrolan kami. Aku otomatis bereaksi melihat siapa yang datang.. Hikaru! dia bersandar di dekat pintu dengan ekspresi tak suka di wajahnya. Kenapa dia ada disini!?

"Kau harus bertanggung jawab, Hikka.." kata laki-laki ramah di dekatku ini. Tampaknya mereka cukup dekat, atau sangat dekat. Ah, apa aku terjebak di sarang serigala lagi?

"Yuya lebih pantas bertanggung jawab, dia kaya.."

"Tapi kau yang menjadi bos nya"

Mereka berdebat, sementara aku masih berpikir.. Kenapa..??

"..terserah!" Hikaru menyerah. Dia melirikku sekilas dengan pandangan sinisnya, sambil berlalu dari sana.

"Dia tak pernah berubah" gumam laki-laki tadi dan mengeluh pelan.

"Kalian.. berteman?" tanyaku penasaran.

"Sahabat. Aku dan dia sudah bersahabat sejak kecil. Saat sekolah, kami memutuskan untuk tinggal bersama.. Hingga sekarang aku sudah lulus dan bekerja, tapi dia masih ingin bersekolah. Dia memang suka membuat kekacauan dan mengganggu adik-adik kelasnya"

Aku membenarkan dalam hati.
"Anou.. siapa namamu?" tanyaku, yang jadi memandangnya takjub.

"Oi, mau sampai kapan kau tidur di kasurku?!" teriakan Hikaru menyela lagi, tepat saat aku akan tahu namanya. Dia kembali berdiri di dekat pintu, menatap kami tajam.

"Dia masih kurang sehat, Hikka"

"Dia tidak apa-apa. Cepat berpakaian, aku akan mengantarmu pulang!"
Aku memandang Hikaru was-was, diantar pulang olehnya sama saja dengan menyiksa diri. Aku lebih memilih mati dengan caraku sendiri, daripada harus diperlakukan jahat oleh Hikaru.

"Aku bisa pulang sendiri.." kataku, berusaha menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku dan sadar kalau aku tak memakai seragamku.

"Tapi Chinen-kun.." laki-laki ramah yang belum aku tahu namanya itu, mencoba menahan aku. Dia tahu namaku.

"Daijobu da. ehm, anou.. seragamku?" tanyaku, tapi sebelum dia sempat bergerak untuk mengambilkan, tiba-tiba seragamku sudah melayang, mendarat di kepalaku. Hikaru yang melemparnya.

"Hayaku! hayaku!" serunya. Aku cepat memakai seragamku dengan kesal.

"Hikka, biar aku yang mengantarnya nanti" pahlawanku terus coba membantu, tapi Hikaru yang menyebalkan itu tak memperdulikannya. "Hikka.."

"Tidak usah ikut campur!"

"Tapi dia-"

"Jangan-jangan kau seperti Yuya.. suka karena wajah manisnya? menjijikan!" potong Hikaru.

"Hah?!"

Hikaru tak menggubris temannya lagi, dia cepat menarik tanganku untuk bangun dari ranjangnya. Aku menepisnya cepat, tak mau Hikaru memegang tanganku.

"Chotto.. Chinen-kun-"

"Arigato" tak lupa, aku membungkukan badanku pada laki-laki baik itu, berterima kasih. Dengan segera Hikaru menarik tanganku lagi agar cepat pergi dari sana, aku ingin menepis tangannya lagi, tapi kali ini Hikaru mencengkram tanganku lebih kuat. Aku terus berusaha melepaskan diri, sampai dia menyentakkan tanganku hingga aku nyaris terlempar.

"Pergilah!" katanya. Aku meringis pelan, badanku mulai terasa sakit lagi. Hikaru sial! Aku bangun dan berusaha berdiri dengan normal, tak mau dia tahu kalau aku sangat kesakitan. Sebelum pergi aku menatapnya tajam, demi tuhan.. aku tak tahan dengan orang ini. Kalau saja dia tak punya teman sebaik orang tadi, aku ingin menyiapkan banyak pembalasan dendam. Tapi mungkin hanya akan jadi khayalanku, karena aku sebenarnya paling tak bisa membuat masalah dengan orang lain.

"Tak usah memandangku seperti itu, cepat pergi!" Hikaru mengibas-ngibaskan tangannya. Aku mulai menjauhi rumah yang berada di kawasan rumah susun itu dengan agak tertatih-tatih. Chikuso.
***

Tangan halus Eri menyentuh wajahku. Setelah kejadian kemarin, esoknya Eri datang..
Eri sangat cemas karena aku tak kembali lagi kemarin. Parahnya, aku baru sadar kalau ponsel ku dibawa oleh Hikaru dan komplotannya, sial.

"Mungkin kau harus coba melawan mereka" katanya, sambil terus membelai wajahku, memainkan poni di keningku.

"Aku tak bisa" kataku, jujur. Aku memang tak pernah sukses melawannya. Eri tampak mengerti dengan kata-kata ku, tak berusaha mengatakan hal yang memaksaku. Ini yang aku suka darinya, dia sangat pengertian, entah karena dia memang terlalu menyukaiku.

"Kalau begitu hati-hatilah.. usahakan kau tak bertemu mereka" katanya lagi, sambil merapatkan duduknya denganku.

"Aku mengerti" sahutku singkat, andai memang semudah itu aku bisa terus menghindari mereka, nyatanya tidak.

"Yuuri.." bisiknya, aku tak tahu kenapa dia jadi berbisik.

"Hai?"

"Aku tak mau kau terluka" dia menatapku lembut. Aku balas menatapnya, matanya yang indah.. hidungnya yang nyaris sempurna.. pipinya yang merona.. bibirnya yang.. Ah aku tak pernah mengecek perempuan sedetil ini sebelumnya.
Eri mendekatkan wajahnya dan mengecup keningku pelan. Dia tampak ingin memanjakanku. Semua orang sepertinya suka melakukan itu padaku, selain menyiksaku tentunya.
Pelan, aku merasakan kecupannya turun ke hidungku.. reflek, aku memejamkan mataku.

"Yuuri.." sekali lagi dia memanggilku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat di depan wajahku.
Aku membuka mataku dan melihatnya tersenyum.

"Apa.. kau pernah berciuman?" tanyanya. Aku paling tak bisa menjawab itu, aku tak pernah merasakan ciuman pertama yang sebenarnya, tapi bibirku memang sudah tak semurni dulu. Aku pernah merasakan kelembutan bibir dan kulit Naomi-san dengan terpaksa.

"E.. tto.."

"Pernah? tak perlu menutupinya.." potong Eri lagi. Aku memilih tak menjawabnya, karena dia dengan inisiatifnya sendiri mendekati bibirku, menyentuhkan bibirnya.

Hanya ciuman polos, karena tak ada gerakan apapun. Bibir kami cukup menempel. Aku membuka mataku sedikit, melihat Eri yang memiringkan kepalanya dan memejamkan matanya. Dengan penuh perasaan dia menciumku. Aku baru akan berpikir kalau ini mungkin ciuman pertamanya.. tapi tiba-tiba Eri membuka sedikit bibirnya, mengambil bibir bawahku perlahan. Ini akan jadi ciuman yang lebih dari sekedar ciuman polos.. Tangan Eri memegang wajahku, menelusuri kulit pipiku dengan jari lembutnya. Tanpa sadar, aku pun melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku terbawa dengan ciumannya, membalasnya. Hingga samar, aku melihat Yamada disana tersenyum menggodaku..

Dengan cepat aku melepaskan bibirku dari bibir Eri, pacarku itu tampak terkejut.

"Ya-Yamada" desisku cukup pelan, tapi aku yakin Eri mendengarnya karena dia cepat berbalik dan menemukan Yamada yang tersenyum lebar ke arah kami.

"Gome.. jangan pedulikan aku" katanya sambil menghampiri meja belajarnya, dan entah mencari apa di lacinya. Aku melihat Eri memasang ekspresi tak suka di wajahnya, dia pasti sangat terganggu. Beberapa menit kami hanya terdiam, memperhatikan Yamada dengan kesibukannya.

"Kalian berdua jangan melihatku seperti itu.. anggap saja aku tidak ada" kata Yamada yang merasa tidak enak. Aku tak menyahut, hanya melirik Eri yang menghela nafasnya. "Hai, hai.. wakatta! aku segera pergi" tambah Yamada yang seperti tahu arti helaan nafas Eri. Dia mengedipkan sebelah matanya padaku sambil berlalu dari kamar, dia masih tersenyum menggoda seperti di awal. Aku tak menggubrisnya.

Akhirnya kami berdua lagi, masih dengan posisi sama di ranjangku. Tapi kami jadi sama-sama terdiam, aneh.

"Aku tahu..dia merusak mood kita, gomen" gumam Eri akhirnya setelah keheningan yang terasa panjang sekali.

"Eh? ii yo.." sahutku. Bingung juga kenapa dia harus meminta maaf. Eri menggigit bibirnya dan tak berani memandangku. Dia tampak merasa bersalah, sekaligus kesal. Siapapun pasti tak akan suka moment-moment indah dan bagus seperti tadi harus terinterupsi oleh hal tak penting. Dan yang lebih pasti lagi, dia malu meminta padaku untuk melanjutkan yang tadi. Mungkin karena naluri lelaki ku, aku bisa tahu di wajahnya tersirat kegalauan soal itu. Tampaknya aku yang harus membereskan ini. "..Ehm, mood ku.. mood ku baik-baik saja.." kataku, agak gugup. Eri mulai memandangku. Aku makin memberanikan diri, bagaimanapun dia pacarku, dan aku juga berhak mengambil inisiatif dalam hubungan kami.

"Kalau Eri-san mau melanjutkannya-" aku tersenyum penuh arti pada pacarku itu.

"Yuuri.." Eri balas tersenyum, dan kulihat wajahnya makin merona kemerahan. Aku tahu, dia paling tak bisa menahan diri dari senyumanku. Aku tak mau membuang waktu lagi, dengan segera aku membuat jarak kita mendekat lagi. Kali ini aku yang memulai, aku menciumnya dan Eri menyambut ciumanku dengan sepenuh hati. Aku harap, nanti tak ada lagi interupsi.
***

AMBIL PONSELMU NANTI SIANG DI ATAP SEKOLAH

Pesan itu aku lihat tertempel manis di pintu lockerku. Jelas, ini pekerjaan Hikaru dan komplotannya. Aku dilema. Ponselku sangat penting, tapi mendatangi mereka sama dengan bunuh diri

Suasana mencekam terasa di atap sekolah.. Aku tahu ini karena undangan tak menyenangkan yang terpaksa aku terima demi menyelamatkan ponselku dari kejahatan Hikaru dan komplotannya. Aku belum melihat siapapun, hingga aku mendengar suara tawa dari arah sebelah kanan. Di tempat yang agak terhalang. Itu pasti mereka.. pikirku. Aku menelan ludahku sambil berjalan menghampiri mereka.. suara tawa nya lebih jelas, tapi aku tak melihat banyak orang seperti biasanya. Takaki.. Hikaru.. eh? Laki-laki itu! Pahlawanku! Dia ada disini juga! Aku jadi terpana berdiri disana.

"Ah, Chinen-kun!" Takaki yang pertama kali menyadari keberadaanku. Dua orang lainnya menoleh padaku dengan ekspresi berbeda. Laki-laki itu masih dengan wajah berserinya, sedangkan Hikaru otomatis memberiku tatapan sinis. Aku tak mau terpengaruh. Aku merasakan atmosfir lain dengan adanya pahlawanku. Sedikit ada keberanian dalam diriku, apalagi dengan melihat mereka hanya bertiga, aku jadi bisa bernafas lega.

"Aku mau mengambil ponselku" kataku tak berbasa-basi terlebih dulu.

"Kau masih ingat padaku?" laki-laki itu langsung menyapaku.

"Ah iya.. doumo" aku cepat balas menyapanya, jadi tidak enak tadi tak berbasa-basi dulu padanya. Tapi sampai sekarang aku belum tahu namanya.

"Ini ponselmu" pahlawanku mengeluarkan ponselku dari saku jaketnya, dan menghampiriku. Aku senang sekali karena tampaknya ini akan sangat mudah.

"Arigato" aku menerimanya dengan senyuman khas di wajahku. Tulus. Satu orang lagi yang bisa membuatku tersenyum tulus dan mengharap rasa aman darinya. Sekilas aku melihat Hikaru dan Takaki hanya memperhatikan kami dengan datar, mereka tak bisa melakukan apapun. Pahlawanku ini benar berpengaruh pada mereka.

"Yabu-kun!" suara seorang perempuan menyela kami, aku hapal suara itu..

"Eri-chan~" sahut pahlawanku yang ternyata bernama Yabu itu. Dugaanku tak salah, aku memang hapal suara perempuan tadi.. suara pacarku sendiri. "Ohisashiburi" tambah Yabu lagi, aku ikut menoleh dan menemukan Eri-ku yang terkejut. "Kau tak banyak berubah.. selalu manis" Yabu memujinya pula, dan aku masih terdiam, mencoba mencerna sekaligus menerka-nerka. Apa hubungan mereka dengan panggilan dan gestur seakrab itu..

"Ha-hai, ohisashiburi desu" Eri menjawab akhirnya meski dia terlihat agak gugup. "Ah, Yuuri.." dia langsung menyapa dan mendekatiku. Ada pandangan heran di mata Yabu. Sedangkan Hikaru dan Takaki hanya menonton. "Yuuri, ini Kouta Yabu-kun.. mantan pacarku" Eri mengenalkannya.

EH??
- - - - -

Badanku terjebak diantara tembok dan tubuh seseorang yang belum sempat kulihat wajahnya dengan baik-baik itu. Aku meringis pelan ketika punggungku mengenai benda keras di belakangku, mataku terpejam beberapa detik hingga sebuah tangan memegang dagu ku dan mengangkatnya, membuatku perlahan mulai membuka mata dan melihatnya.. seraut wajah tampan yang memandangku dengan lembut. Aku terkesima..

"Ya-Yabu-kun?" kataku nyaris berbisik. Dia tersenyum.

"Yuuri.." bisiknya. Dadaku jadi berdebar mendengarnya. Matanya menatap lurus ke mataku, membuatku seperti terhisap dan siap untuk melakukan apapun yang dia minta. Jari tangannya bergerak naik dari dagu menuju bibirku, menyentuhnya lembut. Debaran di dada ku semakin tak karuan. Tubuhku seperti bergetar. Aku hanya bisa menunggu apapun yang akan dia lakukan padaku. Ini memang aneh, tapi aku tak keberatan.. bahkan saat Yabu memisahkan bibirku, membuatnya jadi agak terbuka, dan dia mulai menunduk mendekatkan wajahnya padaku.. menghampiri bibirku dengan bibirnya..

YABAI!

Aku berteriak panik dalam benakku sambil membuka mata dengan sekali sentakan dan terbangun begitu saja. Nafasku terengah.. tapi tak ada Yabu.. hanya suasana gelap di kamarku ini.

"Ada apa Chinen? mimpi buruk?" suara mengantuk Yamada mengagetkanku, dia menyalakan lampu sentuh di meja, ruangan jadi cukup terang. Aku menoleh padanya yang sedang memandangku bingung.

"Tidak.. ah iya.." jawabku tak jelas. Yamada tertawa kecil.

"Sudah sebesar ini kau masih bermimpi buruk.."

"Apa maksudmu?" aku mengerutkan keningku.

"Di usia kita ini seharusnya kita sedang sering-seringnya bermimpi indah" katanya sambil tersenyum lebar. Aku mengerti maksudnya dengan mimpi indah itu.. dan sebenarnya tadi pun aku.. Tapi jadi terasa aneh karena itu.. Yabu-kun.. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku tanpa sadar.

"Ne Yamada.."

"Hmm?"

Aku bermaksud mengganti topik.
"Apa kau pernah ke rumah pacar-pacarmu?" tanyaku ragu.

"Eh? tentu saja"

"Itu tidak apa-apa? ehm, maksudku--"

"Kau mau ke rumah Eri-chan?" sahut Yamada cepat, dia malah tampak bersemangat.

"Iya.. aku pikir, mungkin tidak ada salahnya aku datang ke rumahnya.."

"Itu bagus, Chinen! Tentu tidak salah.. Eri-chan pasti senang sekali" Lagi, Yamada terlihat antusias. Mungkin dia bermaksud menyemangatiku. Aku tersenyum padanya.

"Arigato Yamada"

Tak lama kemudian, kami memutuskan untuk tidur lagi. Kamar kembali gelap, dan aku mulai dengan pikiranku tentang mimpi tadi. Mengejutkan.. tapi aku suka.
- - - - -

Ini hari Minggu, seperti yang disarankan Yamada, aku datang ke rumah Eri, setelah sebelumnya aku memberitahu dia. Dan seperti yang Yamada bilang juga, Eri sangat senang.

Dia memelukku ketika aku sudah berada di depan pintu rumahnya, membawaku masuk dan akhirnya kami duduk berdua di sofa di depan televisi. Banyak yang kami bahas, seperti biasa Eri selalu bisa menghidupkan suasana.

"Aku dengar kau akrab dengan Yabu-kun.." Eri tiba-tiba memulai pembicaraan tentang mantan pacarnya itu, membuatku teringat lagi mimpi aneh kemarin malam. Aku memang jadi dekat dengan Yabu sejak Eri lebih mengenalkan kami, kami sering saling bertukar mail, kadang dia pun datang ke sekolah untuk menemuiku. Itu sangat menyelamatkanku, karena aku jadi terbebas dari kejahatan Hikaru dan komplotannya. Yabu benar-benar sosok pahlawan untukku. Jadi mungkin itu yang membuat dia mendadak hadir di mimpiku.. walau dengan situasi seperti itu. Hanya kenyataan kalau Yabu adalah mantan pacar dari pacarku sendiri benar-benar membuatku merasa konyol. Apa-apaan itu!?

"Yuuri?" sentuhan tangan Eri di wajahku, membuat aku tersadar.

"Ah gomen.." kataku gugup. Aku memang jadi sering sibuk dengan pikiranku sendiri,

"Yea, hubunganku dengan Yabu-kun sangat baik. Dia senpai yang menyenangkan"

Eri tertawa kecil, "Sou da yo ne" katanya. "Tapi untukku.. Yuuri lebih baik" dia membelai pipiku. Gestur-gestur seperti ini sudah menjadi sinyal untukku, aku tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Film di televisi sudah terabaikan, tak ada yang peduli. Suasana sepi yang nyaman sangat mendukung semuanya. Bibir kami jadi sibuk, terkunci satu sama lain. Tangan halus Eri memegang belakang kepalaku, memainkan rambutku. Aku bisa menduga ini akan berbeda dari sebelum-sebelumnya. Panas, aku merasakan panas di sekujur tubuhku. Mungkin Eri juga merasakan hal sama. Tubuhnya agak bergetar di pelukanku. Tapi memang tak ada satupun dari kami yang ingin melepaskan. Pikiranku selalu melayang entah kemana dalam situasi seperti ini. Eri tulus menyukaiku.. dia tak memanfaatkanku saja. Dia tak seperti Naomi-san, dia tak akan mengecewakanku.. Aku hanya mengulang-ulang kalimat macam itu di benakku. Untuk meyakinkan perasaanku, aku bahagia bersamanya..
Kami saling melepaskan beberapa detik untuk menghirup udara. Tapi kami tak bisa mengelak, kami masih ingin meneruskannya. Kami berciuman lagi, lebih lama dan dalam. Tangan Eri meliar di rambutku, hingga aku merasakan dia memegang tanganku, mengarahkan ke dadanya..

Eri menggerakkan tanganku di atas dadanya.. membuat aku yang dari tadi terhanyut dengan ciuman hangat kami, mulai tersadar dan terhenyak. Aku cepat melepaskan ciuman kami dengan paksa menarik tanganku dari dadanya. Aku menatapnya shock dengan nafasku yang masih tak beraturan.

"..Yuu..ri??" dia balik menatapku kaget sekaligus heran.

Aku menolaknya dengan terang-terangan. Aku tak bisa terima dia dengan kelakuannya, memintaku untuk menyentuhnya seperti yang dilakukan Naomi-san dulu. Kenangan buruk itu berkelebat di benakku, hal yang semakin membuatku anti pada perempuan. Kenapa Eri...??

"Gomen" kataku singkat, dan tanpa menunggu responnya, aku beranjak dari sana. Meninggalkan Eri yang mungkin hanya bisa terpana, tak mengerti dengan sikapku.
Aku trauma. Keyakinanku yang biasa ada untuk Eri, mulai meluntur.
***

"Eh??!!" Yamada berseru dan memandangku tak percaya.

"Sshh.." aku berusaha menenangkannya. Dia memang tampak over-shock setelah aku menceritakan kejadian kemarin di rumah Eri.

"Kau gila" bisik Yamada akhirnya, kami berada di kelas dan kemungkinan bisa saja ada yang menguping.

"Apa.. itu sangat parah?" tanyaku. Kulihat Yamada menghela nafas dan menggosok hidungnya, pelan.

"Aku tak pernah meninggalkan pasanganku-"

"Bohong" aku memotongnya cepat. Yamada mendecakkan lidahnya.

"Aku belum selesai. Aku tak pernah meninggalkan pasanganku di saat-saat yang intim seperti itu! Aku biasa pergi saat kami baru bicara.. tapi kau--" Yamada menggelengkan kepalanya, "Itu parah. Kau lebih parah dari aku" lanjutnya, mengakhiri penjelasan. Aku terpana.. Majide? aku lebih parah dari Yamada yang terkenal dan sukses menjadi playboy itu!? Berani sekali aku.

"Apa sebenarnya yang kau pikirkan sampai kau bisa senekat itu?" kata Yamada lagi, memandangku tak habis pikir.

"Ah itu.. aku hanya-" aku tak bisa melanjutkan kalimatku, aku tak mungkin jadi bercerita tentang Naomi-san.. bahwa aku trauma, dan aku jadi anti perempuan.

"Kau harus menghadapinya dan meminta maaf, Chii" ujar Yamada yang tampak tak peduli juga dengan apa yang akan aku katakan, "..walau aku tak yakin dia mau memaafkanmu.. ah, kecuali kau punya alasan yang bagus. Kalau tidak, dia akan mengira kau jijik padanya" tambahnya mengingatkanku.

"Aku tak jijik padanya, hanya-- kemarin itu--"

"Jelaskan saja itu pada Eri-chan!" potong Yamada, dia sadar perkataanku berantakan. Aku mengangguk pelan. Aku memang harus meminta maaf, itu salahku.

"Chinen-kun~" ada yang memanggilku di dekat pintu, Takaki.

Takaki berdiri bersandar di pintu kelasku dan melambaikan tangannya, menyuruhku mendekat. Kuso, tak biasanya dia dan teman-temannya datang ke kelas, seperti menjemputku. Mungkin karena sudah terasa lama mereka tak menggangguku.

"Na, Chinen-kun~" dia memanggilku lagi dengan nada khasnya. Aku melihat sekeliling, mereka tampak takjub, aku di datangi gerombolan yang terkenal di takuti itu. Mungkin melihat dari gaya Takaki memanggilku, teman-teman di kelasku mengira aku berteman dengan mereka. Padahal sebaliknya!

"Takaki-senpai, sebentar lagi sudah bel masuk" aku melihat Yamada bangun dan menghampirinya. Dia mencoba membantuku karena memang hanya dia yang tahu dengan penderitaanku.

"Lalu apa? aku hanya sebentar meminjam temanmu" sahut Takaki. Aku cepat menghampiri mereka, aku tak mau Yamada mendapat masalah juga dengan komplotan itu hanya karena ingin membantuku.

"Tapi sekarang-"

"Aku tak peduli" bisik Takaki di depan wajah Yamada, memberinya senyuman mengejek,

"Tak usah berusaha jadi pahlawan" Takaki mengancam secara tak langsung. Sebelum aku mencoba menyela mereka, Takaki lebih dulu menarik tanganku.

"Lama tak bermain denganmu Chinen-kun" katanya, dan membawaku dari sana dengan paksa, tapi tak terlihat dari pandangan orang. Teman-temannya mengikuti dari belakang. Aku hanya bisa memberikan tatapan aku-akan-baik-baik-saja pada Yamada, walau aku tahu kemungkinannya kecil.

Mereka membawaku ke belakang sekolah, di dekat gudang tempat menyimpan alat olahraga. Tempat yang sepi, tapi aku justru sudah terbiasa. Ini termasuk tempat favorit mereka untuk 'bermain' denganku.

"Kau jangan senang dulu karena kami jarang menangkapmu lagi" Takaki menghempaskanku ke sudut. "Kau merindukan kami, bukan?" tangannya mengacak-acak rambutku. "Anak sekecil kau sudah berani punya pacar? ck!"

Teman-temannya tertawa.

"Iya.. menjengkelkan sekali" aku tahu mereka iri karena tak punya pacar sepertiku.

"Kau belum pantas untuk yang seperti itu, Chibi-kun" Takaki memegang wajahku dan menatapku nista. Dengan seenaknya juga dia mengganti namaku.

"Kau cemburu?" kataku tiba-tiba, entah kenapa aku mendadak ingin menyahutnya.

"Hah?!" dia menatapku tak percaya. Teman-temannya tertawa ribut. Tapi ada sebuah tawa yang menghentikan semuanya, Hikaru. Dia duduk tak jauh dari tempat kami. Rupanya dia sudah disini lebih dulu.

"Baka Yuya.. lihat, dia jadi berani padamu. Aku bilang jangan terlalu sering menggodanya" dia mendekatiku dan menatap sinis, "Dia besar kepala sekarang.."

"..dia besar kepala karena memacari mantan pacar Kouta" tambah Hikaru, masih menatapku tajam. "Jangan sombong hanya karena sekarang kau berteman dengan sahabatku"

Aku menatapnya balik, di matanya terlihat kekesalan. Memang selalu begitu tatapan yang dia perlihatkan padaku, tapi entah kenapa kali ini aku menemukan yang lain juga. Kecemasan? Apa dia merasa cemas kalau aku merebut Yabu-kun? Dia berlebihan kalau sampai berpikir seperti itu.

"Bukan salahku kalau Yabuchi-"

"Eh? Yabuchi?? kau memanggilnya seakrab itu!?" Hikaru memotong perkataanku cepat. Dia peduli dengan hal sederhana seperti itu, membuatku semakin yakin kalau dia memang tak suka sahabatnya dekat denganku.

"Aku sudah bilang itu bukan salahku.. Dia memang orang baik, berbeda sekali denganmu!" untuk pertama kalinya setelah sekian lama aku menjadi bulan-bulanan mereka, aku mencoba melawan. Hikaru jelas tak suka mendengarnya. Dia mengerutkan keningnya dan mencengkram rambutku. Mulai lagi.. beberapa menit kemudian aku pasti sudah terkapar tak berdaya disana.
***

Dengan plester di pelipis, sudut bibir dan tanganku, aku tetap berangkat ke sekolah. Yamada yang merawatku karena sudah beberapa hari ini aku masih belum berbaikan dengan Eri. Aku masih belum mencari waktu yang tepat untuk meminta maaf padanya. Atau aku memang belum punya keberanian..
Aku menutup pintu locker setelah mengganti sepatuku, saat itulah aku mendengar suara orang yang baru aku pikirkan. Aku menoleh sebentar dan melihat Eri berjalan melewatiku bersama dua orang temannya, mereka tertawa-tawa. Eri bisa tertawa seperti itu, berarti masalah kemarin tidak begitu serius untuknya? Benarkah?

"Eri-san.." aku memanggilnya. Dia berhenti dan berbalik, sepertinya tadi dia memang tak menyadari ada aku. Dia tampak terhenyak melihatku, nyaris berhari-hari aku tak menghubunginya. Sedangkan seharusnya aku cepat meminta maaf pada dia sejak awal.

"Yuuri.." tiba-tiba dia tersenyum dan menghampiriku, memelukku begitu saja. Aku tak percaya, dia benar baik-baik saja.. "Ada teman-temanku" bisiknya pula. Dan aku pun mengerti, disana ada dua orang temannya yang memperhatikan kami. Eri tak mau teman-temannya tahu kalau kami sedang ada masalah.

"Aku akan ke tempatmu nanti sore" katanya setelah melepaskan pelukan. Dia tersenyum manis seperti biasa, jarinya mengusap pipiku lembut. "Jaa ne" dan dia pun pergi lagi dengan dua temannya, tertawa-tawa lagi. Aku masih terpaku, hingga sadar kalau dari tadi banyak yang melihat. Aku pun cepat pergi
- - - - -

"Majikayo?!" Yabu terkejut sekaligus takjub mendengar cerita tentang mimpiku.

"Aneh bukan? Mimpi kita sama.."

"Sangat aneh. Tapi mungkin itu kebetulan?" katanya, dan mata kami bertemu. Aku merasakan detak jantungku yang seperti berhenti, tapi justru sebenarnya menjadi liar. Perasaan bodoh apa ini? Dia Yabu-kun, seorang laki-laki.. dan mantan dari pacarku, ehm mantan dari Eri-san yang beberapa waktu lalu sempat jadi perempuan yang spesial untukku. Aku sudah tak tahu bagaimana harus menyebut hubungan kami.

"Apa mungkin itu sebuah pertanda?" kata Yabu lagi, membuat debaran di dadaku nyaris tak terkendali. Dia menyentuh pipiku dengan tangannya, dan menatapku lembut.

"P-Pertanda?" ulangku. Yabu mengangguk.

"Mungkin kita akan menjadi teman dekat kelak"

"Bukankah kita sudah?"

"Lebih dekat lagi.." bisik Yabu pula. Membuat aku seperti ingin tenggelam dalam tatapan dan suaranya, ada apa ini!?

"Yabuchi.."

Perlahan Yabu menurunkan tangannya ke bahuku, lalu menarikku ke pelukannya, membuatku terbenam di dada bidangnya. Aku shock, tapi tak bisa melakukan apapun. Tangan kirinya melingkar di tubuhku, dan tangan kanannya menepuk-nepuk kepalaku lembut. Aku bisa mencium dan merasakan harumnya cologne yang dia pakai, bercampur dengan aroma asli dari tubuhnya. Nyaman sekali. Belum lagi degupan jantungnya yang agak cepat, menunjukkan kalau dia pun merasakan sama.

"Aku tidak memelukmu di mimpiku"

"Uhm.. kau memojokanku di tembok" sahutku seperti bergumam di dadanya.
Yabu tertawa kecil, getarannya menggelitik telingaku.

"Dadamu berdebar kencang" katanya lagi.

"Eh? kau juga" sahutku cepat. Dia bisa mendengar debar jantungku juga rupanya.

"Sou, onaji da" Kami tertawa bersama, hingga dia melepaskan pelukannya dan menatapku. Aku harus mendongak untuk balik menatapnya. Kulihat dia semakin menurunkan tubuhnya, membuat wajahnya mendekat, menghampiri bibirku.. aku tahu itu. Aku hanya diam membiarkannya, mencoba memejamkan mataku. Seolah aku memang siap menyambutnya..

"Ehem!" suara deheman yang dibuat-buat menghancurkan semuanya. Kami sama-sama terkejut dan cepat menjauhkan diri. Hikaru bersandar di ambang pintu kamarnya dengan ekspresi datar yang jelas-jelas memperlihatkan kalau dia sangat terganggu. Aku bisa jamin dia tadi melihatnya, dia tak akan pura-pura berdehem kalau tidak. "Kau masih disini rupanya" katanya padaku. Yabu tampak salah tingkah, dan aku harus menyelamatkan situasi bodoh ini. Aku cepat beranjak, tersenyum pada keduanya.

"Jaa, itekimasu" Fuhh.

(???)

Minggu, 08 Juli 2012

My Daily Life :: Male x Male Phone Talks

Exactly, gue sebenernya gak maksud dan gak kepikiran buat nemu hal semacam ini lagi di sekeliling gue. But dont know why, thats just happened. Gue sebagai boyxboy live action fangirl, harus mengakui kalo ini... damn interesting and fun. Aha.

Kejadiannya tadi pagi, waktu gue dalam perjalanan menuju kost-an ade sepupu gue di daerah Cicaheum. Seperti biasa, gue pasti naik Bus Damri. Kebetulan, yang gue naikin tadi Bus Damri yang biasa (yg ngga menyerupai Busway). Gue duduk di bangku kedua yang kosong. TBH, gue emang suka berharap kalo gue lagi beruntung dan nemu live action di sekitar gue, haha, yah setidaknya yang agak2 ketangkep mata gitu. Lol. Begini deh nasib fangirl pecinta boyxboy relationship, dikit2 pasti mikir yaoi dan yaoi :P tapi gue juga sadar sih, kemungkinannya bakal kecil - so mungkin not this time.

But then, tiba-tiba aja ada bunyi ponsel bunyi di belakang bangku yg gue dudukin. Cowok disana yang gue tebak dari suaranya adalah seorang Mas2, menjawabnya. Ok, just casual talk, tapi harus gue akuin kalo gue jadi mendadak kepo. Otak yaoi gue masi aja ON dan jadi ngarep kalo yg ga sngaja gue dengerin ini adalah pembicaraan cowok antar cowok. Haha. anyway, lumayan kan buat ngebunuh waktu slama perjalanan?

Pembicaraan pertama yg gue tangkep waktu si Mas2 jawab telpon adalah "Ini siapa ya?" hm just a normal one. trus berlanjut lagi Mas2-nya bilang "Oh kamu Dek, nomernya beda lagi" kening gue mulai agak berkerut. Err. tampaknya radar gue meleset dan mungkin ini emang ga sesuai dengan dugaan gue. Mas2 ini paling ngobrol sama cewek nya! Beberapa saat kemudian, gue pun berpikir buat nyerah, dan gak mau nguping (meski tetep aja kedengeran, coz si Mas2 tepat banget di belakang gue)

Sampe kemudian, gue menangkap pembicaraan yang agak2 ganjil. Kurang lebih si Mas2 nya bilang gini:

1. "apa kabar Dek? masi tiduran? hujan ya? disini mah panas kok"
2. "Adek emang lagi dimana? Jambi apa Jakarta?"
3. "hari ini libur kan Dek? Gak ke kantor kan?"
4. "gimana kabar mamah sama papah? baik-baik smua? alhamdulillah kalo baik2 mah"
5. "iya nih Akang lagi di jalan"
6. "rencananya hari ini mau kemana? oh suruh dong pacarnya dateng" *ketawa*


Poin menggelikan disini. Si Mas2 nih nyebut lawan bicaranya dengan sebutan 'ADEK' dan dia menggunakan 'AKANG' untuk menyebut dirinya sendiri. Hihi. Disini gue masi mikir kalem, kalopun iya si Mas2 ngobrol sama cowok, kemungkinan emang itu adik kandungnya, adik sepupu, adik2an / teman baik gitulah. Soalnya pikiran kalo si Mas2 ini ngobrol sama cewek, udah mulai gak bisa masuk ke akal gue, apalagi pas bahas kantor - bahas dia yang masi tidur dll. kayanya trlalu laki aja gitu. Meskipun gue mulai senyum2 sndiri coz panggilan AKANG-ADEK nya itu loh. LOL.

Jujurnya gue sempet bingung lagi karena omongan dia di no.6 itu. Hm ngomongin pacar dan nyuruh pacarnya dateng. kalo misal lawan bicara si Mas ini emang cowo, kok malah nyuruh cewek datengin temennya itu? tapi kalo trnyata emang lawan bicaranya cowok, berarti ketauan banget kalo mungkin pacar yg dimaksud si Mas2 buat lawan bicaranya itu, emang bukan cewek... Aha, u guys got the point? LOL :P

Lalu kemudian, keganjilan dari obrolan berikutnya yang gue tangkep dan akhirnya bikin gue excited buat nerusin nguping :P adalah sbb:

7. "Eh Dek, rambut kamu sekarang itu yang plontos ya?"

DOR! disini gue mulai tertarik dan semakin menajamkan pendengaran gue. Haha. plisdeh, dia udah gak mungkin ngobrol sama cewek kalo ngomongin rambut pelontos, rite?!! :D

8. "Oh beneran itu dipotong? tapi gapapa sih, yang di DP juga lucu. cocok aja sama badan adek yang tinggi gede gitu kan. Dulu prtama liat di profil pic juga Akang mikirnya 'wah ni anak keren badan nya gede gini' *ketawa* trus ada tato nya juga... eh tato nya masi ada tuh?!"

Tanpa sadar gue jadi senyum2 lagi disini. OK. Positif ini mah positif! :D mereka jelas bukan adek-kakak beneran, bukan ade-kakak spupu, tp emang ade-kakak an ketemu gede yang kenal di sosial media. hoho.

9. "oh gitu. ya bagus sih dek. mending jangan pake2 tato, sayang badan"

Gue makin smirk.

10. "oh ya, dulu tu kita ketemuan di Senen kan ya? di Atrium?"

LOL. si Mas nya nyebutin tempat pas mereka ketemuan di Atrium Senen, Jakarta :P

11. "Yah Akang sih seneng, setelah lama kita komunikasi cuma lewat hape dan internet akhirnya bisa ketemuan juga sama Adek. Seneng aja kita bisa sharing2..."

So here it is. kesimpulan yang gue dapet, mereka emang kenalan lewat sosial media dan pernah ketemuan. Aha. lucu aja, dua orang cowok kenalan2 di facebook atau di twitter terus ngobrol2 geje kayak gitu pas telponan. Seriously, obrolannya emang geje. gue jadi bandingin sama obrolan antar cewek di telepon, OK, kemungkinan anak cewek ngobrol di telepon tu macem sharing apa yang sama2 mereka suka. Contoh, kaya gue fangirling YunJae / Toho sama temen2 Cassiopeia gue, kita bisa ngobrol berjam2 buat bahas itu ditambah obrolan random yang sifatnya ngerumpi. Aha. namanya juga cewek.

Dan obrolan Si Mas2 ini kurang lebih hampir mirip. Kalo sama temen deket atau sodara, mungkin bisa ngobrolin kerjaan, keluarga, bisnis, dan hal2 yg bisa gue rasa wajar. Tapi disini lagi2 gue nangkep yang ganjil. meski obrolan kasual khas cowoknya tetep lebih banyak. contoh, si Mas2 nya minta dibagi batik buat lebaran karena ternyata si cowok lawan bicaranya itu adalah bos batik di Jambi. Aha. terus jadi merembet ke hal2 yang lain, sbb:

12. "yah bagus, akang sih seneng kenal sama bos batik yang sukses kayak ade. lagian kan cowok kalo kerja kebagi2nya buat siapa lagi... paling keluarga, sodara-sodara, temen, juga pacar... " *ketawa*

13. "akang jadi inget dulu prnah pny juga batik Jambi, lucu2 batiknya, dulu pernah dipake sama Alm. Ayah juga. terus satunya akang kasi sama seseorang *ketawa kecil* kita kan Jumatan bareng gitu, terus temen2 yg laen pada nanya, batik nya keren, beli dimana?..."

Huahahaha... see??? dari situ udah ketangkep banget kan? ternyata gue gak berhalusinasi dan gak nebak2 doang lagi. its positive, its real :D

14. "adek masi tiduran aja? bangun lho, udah siang"
15. "mau foto2? boleh dong dikirim2 kesini. itu posisinya pasti lagi pas" *ketawa*

LOL. itu obrolan yang agak sekilas gue denger gara2 berisik di jalanan dan si Mas2 pun memelankan suaranya. LOL. Dia juga ketawa2 pelan dan geje gitu :P obrolan terakhir yang gue simak adalah sbb:

16. "masa sih akang kurusan? akang malah ngerasa makin bengkak lho dek"

Ckckck. entah kenapa obrolannya itu berasa gimanaa gitu :P

Tempat tujuan pun hampir nyampe. Gue yang harusnya turun duluan akhirnya milih turun di tempat terakhir biar bareng aja sama yang lain, terutama sama si Mas2 ini, karena gue pengen liat wujudnya. Tapi heck, ternyata dia malah turun duluan, dia tampak buru-buru. Gue yang udah mau nyusul malah jadi ribet. Akhirnya gue amatin aja pas dia turun sampe dia di jalan. Mas nya trnyata chubby2 gitu. LOL. OK. ngeliat sekilas mungkin gak akan ada yang nyangka kalo dia ada apa2nya (haha) tapi karena radar gue lagi bagus, dan tadi gue juga udah segitu lamanya nyimak obrolan dia (nguping) di telepon sama cowok, gue jadi bisa agak ngebaca tanda2 dan yeah, he's positive :P

Segitu deh kejadian aneh gue hari ini. Haha. Mungkin ga akurat seperti yang gue alamin langsung, tapi kurang lebih begitulah. Kinda interesting. dengerin cowok sama cowok ngobrol di telepon itu... bikin mesem2 geje. Gue nyaris beberapa kali ga bisa nahan dan jadi ngacakin rambut, aha. antara pengen ketawa dan gemes :P

Anyway they're in everywhere. Just get your radar ON, and got some fun! Hoho.

See ya at another journey! :D xxx